JAKARTA – Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Bimantoro Wiyono, SH, mendesak agar Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) menjadi payung hukum yang inklusif bagi penyandang disabilitas dan kelompok rentan.
Ia menyoroti perlunya perlindungan hukum yang setara untuk mencegah diskriminasi dalam sistem peradilan pidana nasional.
Dalam pembahasan RKUHAP yang sedang bergulir, Bimantoro menilai bahwa hambatan aksesibilitas sering dialami penyandang disabilitas saat memberikan kesaksian atau terlibat dalam tahap penyidikan hingga persidangan.
Revisi ini, kata dia, harus secara eksplisit mengintegrasikan hak-hak mereka untuk menciptakan proses hukum yang adil dan merata.
“RKUHAP harus mendorong pemenuhan hak disabilitas dalam kesetaraan. Perlindungan hukum bagi kelompok disabilitas dan kelompok rentan dalam memberikan kesaksian dan menjalani proses hukum wajib diperkuat,” tegas Bimantoro di gedung Parlemen (12/11).
Prinsip HAM Jadi Fondasi Utama Kesetaraan Hukum
Bimantoro menekankan bahwa Hak Asasi Manusia (HAM) wajib dijadikan pijakan dasar dalam merumuskan ketentuan kesetaraan bagi penyandang disabilitas. Negara, lanjutnya, berkewajiban memastikan partisipasi penuh mereka di seluruh tahapan peradilan tanpa pengecualian.
“Kesaksian penyandang disabilitas harus ditempatkan setara dengan saksi lainnya, sepanjang relevan dengan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, maupun pemeriksaan di persidangan. Itu adalah hak konstitusional mereka,” ujarnya.
Kesaksian Penyandang Disabilitas Perkuat Pembuktian Pidana
Lebih lanjut, Bimantoro menyebut bahwa penyandang disabilitas sering memiliki memori tajam dan perspektif unik yang justru dapat memperkaya bukti dalam kasus pidana. Oleh karena itu, negara harus menjamin kebebasan mereka dalam menyampaikan keterangan tanpa hambatan struktural.
“Negara harus menjamin kesaksian mereka dihormati di hadapan hukum. Mereka memiliki pengalaman, ingatan, dan perspektif yang bisa memperkuat proses pembuktian,” lanjutnya.
Penyidik Wajib Lakukan Asesmen dan Fasilitasi Khusus
Untuk mewujudkan keadilan prosedural, Bimantoro mengusulkan kewajiban bagi penyidik untuk melakukan penilaian khusus (asesmen) terhadap kebutuhan penyandang disabilitas. Hal ini mencakup penyediaan pendamping, juru bahasa isyarat, alat bantu komunikasi, atau fasilitas lain yang esensial.
“Penyidik wajib melakukan asesmen dan memfasilitasi seluruh kebutuhan penyandang disabilitas dan kelompok rentan. Jangan sampai ada hambatan prosedural yang membuat mereka terabaikan,” tegasnya.
Komitmen Legislasi Inklusif dan Humanis
Sebagai wakil rakyat di Komisi III, Bimantoro berjanji akan aktif mengawal RKUHAP agar lahir sebagai regulasi yang responsif terhadap isu disabilitas. Langkah ini diharapkan memperkuat sistem hukum pidana Indonesia yang lebih berkeadilan sosial.




