Pemerintah Indonesia resmi meluncurkan penyelidikan terhadap 12 perusahaan yang diduga berperan dalam bencana banjir bandang dan tanah longsor dahsyat di Sumatra, yang telah menewaskan setidaknya 836 orang. Langkah ini diumumkan setelah pihak berwenang mengakui bahwa deforestasi selama puluhan tahun telah memperburuk skala kerusakan dan jumlah korban jiwa.
Dalam rapat dengan Komisi IV DPR, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menyampaikan bahwa pemerintah akan meninjau ulang tata kelola hutan dan mempertimbangkan moratorium izin baru serta pencabutan lisensi bagi pihak yang terbukti melanggar.
“Tim Penegak Hukum Kementerian Kehutanan sedang menyelidiki subjek hukum yang diindikasikan berkontribusi terhadap banjir dan tanah longsor,” ujar Raja Juli Antoni, Kamis (4/12/2025).
Sementara itu, tim penyelamat masih mencari 518 orang yang belum ditemukan di provinsi Sumatra Utara, Sumatra Barat, dan Aceh.
Perusahaan Dihadapkan pada Pengawasan Ketat
Penyelidikan ini digagas setelah kemarahan masyarakat memuncak menyusul tersebarnya foto dan video batang-batang kayu besar yang terseret banjir dan menghantam pemukiman serta pantai—indikasi kuat soal kaitan antara penebangan hutan dan parahnya bencana.
Menurut Nusantara Atlas, Sumatra telah kehilangan 4,4 juta hektare hutan sejak tahun 2001, lebih luas dari wilayah negara Swiss. Forum Lingkungan Hidup Indonesia mencatat 240.000 hektare hutan primer hilang hanya pada 2024.
Kelompok lingkungan WALHI menegaskan bahwa hilangnya kawasan hutan yang sebelumnya berfungsi sebagai penyerap air dan penahan tanah, telah membuat wilayah tersebut semakin rawan bencana.
“Ini bukan hanya bencana alam, tapi diperbesar oleh deforestasi puluhan tahun,” kata aktivis WALHI, Rianda Purba.
Menteri Energi Bahlil Lahadalia menambahkan bahwa izin pertambangan dapat dicabut jika pelanggaran terbukti, termasuk izin yang dimiliki PT Agincourt Resources, operator tambang emas Martabe di Batang Toru. Perusahaan tersebut menyatakan mendukung evaluasi pemerintah dan membantah bahwa operasi mereka terkait langsung dengan banjir.
Siklon Tropis & Deforestasi: Kombinasi Mematikan
Bencana bermula ketika Siklon Tropis Senyar menghantam daratan Sumatra bagian utara pada 26 November dan membawa curah hujan ekstrem. Para pakar lingkungan menjelaskan bahwa meski siklon jarang terjadi di wilayah khatulistiwa, dampaknya menjadi jauh lebih besar karena penebangan hutan luas meningkatkan volume limpasan air dan ketidakstabilan tanah.
Presiden Prabowo Subianto yang telah meninjau lokasi bencana menegaskan komitmen pemerintah untuk melakukan reformasi besar-besaran.
“Kita harus benar-benar menghentikan deforestasi dan kerusakan hutan. Perlindungan hutan adalah kunci,” tegas Presiden Prabowo.