Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, simbol kebudayaan Jawa yang telah berdiri sejak 1745, kembali dilanda konflik suksesi yang menggemparkan. Setelah wafatnya Sri Susuhunan Pakubuwono (PB) XIII pada 2 November 2025, dua putranya—KGPH Hangabehi dan KGPAA Hamengkunegoro (Gusti Purboyo)—saling mengklaim gelar Pakubuwono XIV.
Dualisme ini melanjutkan saga “raja kembar” sejak 2004, memicu pemakaman terpisah, penolakan saudari, dan kekhawatiran akan perpecahan warisan budaya. Berikut fakta menarik terkini yang membuat sengketa ini seperti drama kerajaan modern.
1. Pemakaman Ganda untuk Satu Raja: Drama yang Mengulang Sejarah
Konflik meletup sejak PB XIII mangkat tanpa wasiat jelas soal penerus. Kubu Hangabehi, putra tertua dari istri kedua, menggelar pemakaman di Imogiri, Yogyakarta, pada 5 November 2025, sementara kubu Hamengkunegoro, putra bungsu dari permaisuri, mengadakan upacara terpisah.
Ini mirip krisis 2004 pasca-wafatnya PB XII, ketika Hangabehi dan saudaranya, KGPH Tedjowulan, sama-sama klaim takhta, bahkan memicu bentrokan fisik pada 2022 yang melukai dua cucu keraton.
2. Dua Penobatan dalam Seminggu: Deklarasi vs Musyawarah Adat
Hamengkunegoro, yang ditunjuk putra mahkota oleh PB XIII pada 2022, mendeklarasikan diri sebagai PB XIV sebelum penguburan jenazah ayahnya pada 5 November, didukung permaisuri dan sebagian pengageng keraton. Sebaliknya, pada 13 November, Lembaga Dewan Adat (LDA) menobatkan Hangabehi sebagai PB XIV di Sasana Handrawina, dengan restu 90+ komunitas adat melalui rapat parepatan ageng.
Hangabehi bersikukuh ini sesuai pakem Mataram: putra tertua laki-laki berhak waris. Pelantikan resmi Hangabehi digelar hari ini, 15 November, namun Hamengkunegoro tetap klaim takhta.
3. Tedjowulan “Dijebak” Restui Penobatan: Intrik Keluarga Memanas
KGPH Tedjowulan, yang jadi pelaksana tugas raja sejak 2004 dan bergelar Maha Menteri, mengaku “dijebak” saat dipaksa merestui Hangabehi di depan umum, bahkan disuruh sungkem. “Saya tidak diajak rembuk, ditodong di depan orang banyak,” keluhnya.
Tedjowulan, yang berdamai dengan Hangabehi pada 2023 via tari Bedhaya Ketawang, kini tolak dualisme dan tuntut musyawarah keluarga besar untuk akhiri konflik.
4. Penolakan Saudari: GKR Timoer Sedih Lihat “Pengkhianatan”
Putri sulung PB XIII, GKR Timoer Rumbay Kusuma Dewayani, menolak penobatan Hangabehi sebagai Pangeran Pati. “Saya kasihan keraton dipecah belah lagi, seperti suksesi PB XIII dulu. Gusti Mangkubumi (Hangabehi) berkhianat pada kami saudara,” ujarnya.
Penolakan ini soroti dinamika gender dalam adat Jawa, di mana permaisuri punya pengaruh besar, tapi putra dari selir kerap kalah prioritas. Konflik ini berisiko pecah keraton menjadi dua kubu permanen.
5. Profil Dua Raja: Hangabehi dan Hamengkunegoro
-
- KGPH Hangabehi (Gusti Raden Mas Haryo Panengah): Lahir 1972, putra tertua PB XIII dari istri kedua, KRAy Sri Suparni. Dikenal sebagai birokrat keraton yang vokal, ia jadi Pangeran Adipati Anom pada 1999 dan pelaksana tugas raja bersama Tedjowulan sejak 2004. Hangabehi klaim takhta berdasarkan senioritas dan dukungan LDA, dengan visi modernisasi keraton via pariwisata budaya. Ia punya pengalaman bisnis properti dan pendidikan, tapi dituding “kurang diplomatis” oleh kubu lawan.
- KGPAA Hamengkunegoro (Gusti Raden Mas Purboyo): Lahir 1985, putra bungsu PB XIII dari permaisuri GKR Pakubuwono. Ditunjuk putra mahkota pada 2022, ia dikenal dekat dengan kalangan milenial dan aktif promosi budaya Jawa via media sosial. Berpendidikan tinggi di bidang manajemen, Hamengkunegoro ingin keraton jadi pusat pendidikan adat. Namun, kubu Hangabehi anggapnya “terlalu muda” dan kurang pengalaman, meski didukung permaisuri.




