Tragedi kebakaran hebat yang melanda kompleks apartemen Wang Fuk Court di Distrik Tai Po, New Territories, Hong Kong, pada Rabu pagi (26 November 2025), telah menewaskan setidaknya 55 orang, termasuk dua Warga Negara Indonesia (WNI). Dua WNI lainnya mengalami luka-luka berat, sementara ratusan penduduk terjebak di antara api dan asap tebal.
Kebakaran ini, yang diduga dipicu puntung rokok sederhana, menjadi salah satu insiden paling mematikan di Hong Kong sejak kebakaran Shek Kip Mei 1953 yang merenggut 55 nyawa. Kementerian Luar Negeri RI (Kemlu) telah mengonfirmasi identitas korban WNI dan berkoordinasi dengan otoritas setempat untuk repatriasi jenazah. Berikut fakta-fakta menarik dari kejadian yang masih diselidiki polisi Hong Kong:
1. Picu Sederhana, Dampak Dahsyat: Puntung Rokok yang Dibuang di Tempat Sampah
Kebakaran bermula sekitar pukul 14.52 waktu setempat dari lantai 12, diduga akibat puntung rokok yang dibuang di tempat sampah di koridor apartemen. Api dengan cepat menyebar ke seluruh 18 lantai melalui ventilasi dan “wind corridor” – desain arsitektur khas Hong Kong tahun 1980-an untuk sirkulasi udara alami, tapi justru mempercepat penyebaran api dan asap ke 7 blok apartemen.
Menurut petugas pemadam, api melahap 80% bangunan dalam 30 menit, dengan suhu mencapai 1.000°C – kondisi yang membuat evakuasi hampir mustahil bagi 280 penduduk yang terjebak di balkon dan tangga darurat.
2. Korban WNI: Dari Pekerja Migran ke Tragedi Keluarga
Dua WNI yang tewas adalah seorang pekerja migran berusia 35 tahun dan istrinya, 32 tahun, yang tinggal di lantai 14. Mereka diketahui sebagai pasangan suami-istri yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga dan sopir di Hong Kong sejak 2018.
Dua korban luka-luka adalah anak mereka (usia 8 dan 10 tahun), yang kini dirawat di Queen Mary Hospital dengan luka bakar 40% tubuh. Kemlu RI, melalui KBRI Hong Kong, telah mengirim tim konsuler untuk identifikasi jenazah dan dukungan psikologis.

3. Tiga Pria Ditangkap: Dugaan Kelalaian Konstruksi dan Penyalahgunaan Scaffolding
Polisi Hong Kong menangkap tiga pria berusia 45, 52, dan 60 tahun pada Kamis pagi (27 November), diduga terkait kelalaian dalam renovasi eksterior kompleks. Mereka adalah kontraktor dan pekerja yang mengelola scaffolding bambu eksternal—yang menjadi “jembatan” penyebaran api ke seluruh blok.
Penangkapan ini berdasarkan kesaksian saksi yang melihat pekerja merokok di area terlarang, serta bukti awal bahwa scaffolding tak dilengkapi sistem pencegah api standar. “Ini bukan kecelakaan murni; ada unsur kelalaian,” kata juru bicara polisi, yang menambahkan bahwa tersangka ditahan untuk interogasi lebih lanjut.
4. Evakuasi Heroik: Helikopter dan Tali Penyelamat di Tengah Asap Tebal
Tim pemadam kebakaran Hong Kong mengerahkan 250 petugas, 20 kendaraan pemadam, dan 3 helikopter untuk evakuasi udara – operasi terbesar sejak kebakaran Kwun Chung Court 2021. Sebanyak 120 orang diselamatkan menggunakan tali penyelamat dari lantai atas, tapi 55 lainnya tak terselamatkan karena asap beracun yang memenuhi koridor sempit.
Fakta unik: Seorang balita berusia 2 tahun selamat karena ibunya lemparkan dari balkon lantai 15 ke selimut pemadam di bawah – adegan dramatis yang terekam CCTV dan viral di media sosial.
5. Ditemukan Material Konstruksi yang Tidak Sesuai Standar Keselamatan
Investigasi awal mengungkap bahwa scaffolding bambu eksternal, yang sedang direnovasi, menggunakan material tidak sesuai standar keselamatan: Bambu kering tanpa lapisan anti-api dan jarak ventilasi yang terlalu sempit (kurang dari 1 meter, padahal standar HK 1,5 meter). Tim forensik menemukan residu cat murah dan kawat pengikat berkarat di puing-puing, yang mempercepat penyebaran api.
“Material ini gagal memenuhi kode bangunan 2018, dan renovasi tak diawasi ketat,” kata pakar keselamatan Universitas Hong Kong, menambahkan bahwa ini jadi faktor utama kematian massal.
6. Dampak Ekonomi dan Sosial: 280 Keluarga Trauma, Biaya Revitalisasi Miliaran
Kebakaran ini sebabkan kerugian HK$200 juta (Rp400 miliar) untuk evakuasi dan rekonstruksi, dengan 280 keluarga kehilangan rumah. Trauma psikologis jadi isu utama: Layanan konseling darurat disediakan untuk 500 korban luka ringan.