Kasus kematian Irene Sokoy (28 tahun), ibu hamil 9 bulan asal Kampung Hobong, Sentani, Jayapura, pada 17 November 2025, menjadi sorotan nasional karena dugaan penolakan layanan oleh empat rumah sakit. Berikut beberapa fakta menarik dari kronologi dan dampaknya, termasuk respons cepat Presiden Prabowo Subianto yang memerintahkan audit total, berdasarkan laporan resmi:
1. Perjalanan Maut Bolak-Balik Selama 8 Jam
Irene mulai dirawat di RSUD Yowari (Sentani) pukul 21.00 WIT pada 16 November karena kontraksi, tapi dirujuk ke RS Dian Harapan karena tak ada dokter kandungan. Ia kemudian ditolak RSUD Abepura (karena penuh), RSUD Dok II Jayapura (tak ada spesialis), dan kembali ke RSUD Yowari, di mana ia dan bayi (usia kehamilan 38 minggu) dinyatakan meninggal pukul 05.00 WIT—total perjalanan melelahkan hampir 8 jam tanpa penanganan darurat memadai.
2. Alasan Penolakan yang Kontroversial
Empat RS mengklaim “kurang fasilitas” atau “tidak ada dokter spesialis obstetri”, meski regulasi Kemenkes mewajibkan IGD terima semua pasien gawat darurat tanpa syarat. Kasus ini mirip “fenomena IGD tolak pasien” yang sering terjadi di daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) seperti Papua, di mana 70% RS kekurangan tenaga medis spesialis.
3. Gubernur Papua Minta Maaf dan Akui “Bobrok”
Gubernur Papua Matius Derek Fakhiri secara terbuka meminta maaf kepada keluarga Irene dan menyebut kematian ini sebagai “cerminan pelayanan kesehatan yang bobrok”. Ia janji investigasi internal dan peningkatan fasilitas, termasuk tambah dokter kandungan di RSUD Yowari—tapi ini jadi yang ke-3 kasus serupa di Papua sejak 2024.
4. Respons Nasional: Tim Kemenkes Dikirim Langsung
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin segera kirim tim analis untuk selidiki dugaan malpraktik pada 25 November 2025. Ketua DPR RI Puan Maharani minta evaluasi mendalam layanan kesehatan di daerah 3T, soroti bahwa anggaran kesehatan Papua (Rp 1,2 triliun/tahun) belum optimal alokasi untuk IGD dan transportasi darurat.
5. Prabowo Perintahkan Audit Total via Mendagri Tito Karnavian
Presiden Prabowo Subianto, yang baru mendengar kasus ini, langsung memerintahkan audit menyeluruh terhadap empat rumah sakit terkait serta pejabat daerah di Papua melalui Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian pada 25 November 2025. Audit ini mencakup peraturan kepala daerah, aturan hukum pelayanan kesehatan, dan fasilitas RS, dengan target perbaikan segera untuk cegah kasus serupa—menunjukkan komitmen pemerintahan baru terhadap isu kemanusiaan di wilayah terpencil.
6. Dampak Sosial: Protes Massal dan Sorotan Global
Keluarga Irene tuntut Rp 500 juta ganti rugi dan tuntutan pidana bagi pejabat RS; aksi demo di Jayapura oleh aktivis perempuan tuntut “hak hidup ibu hamil”. Kasus ini viral di BBC dan CNN Indonesia, picu diskusi nasional soal disparitas kesehatan: Tingkat kematian ibu di Papua 2x lipat nasional (305/100.000 kelahiran vs 189 nasional), mayoritas karena akses terbatas.
7. Fakta Emosional: Suami Irene yang Hancur
Suami Irene, Dominggus Sowada (30), cerita bagaimana ia bawa istri naik ojek online antar RS karena tak ada ambulans siaga. “Saya cuma bisa nangis lihat dia kesakitan,” katanya, sambil ungkap bayi laki-laki itu sudah diberi nama “Yosua” sebelum lahir—kisah ini bikin netizen banjir doa di X dengan #JusticeForIrene.