BANDUNG – Diskursus pemekaran wilayah administratif di Provinsi Jawa Barat kembali memasuki babak baru.
Gagasan yang sempat meredup kini kembali mengemuka dan dibahas secara terbuka oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jabar, menyusul masuknya aspirasi dari sejumlah tokoh masyarakat yang mendorong pembentukan lima provinsi baru.
Ketua Komisi I DPRD Jawa Barat, Rahmat Hidayat Djati, mengonfirmasi bahwa pihaknya mulai menindaklanjuti aspirasi tersebut.
“Ini adalah sebuah wacana yang menarik dan sudah lama ada. Aspirasi ini kami terima untuk ditindaklanjuti dan dikaji,” ujar Rahmat saat diwawancarai pada Senin (23/6/2025).
Dorongan pemekaran ini tak lepas dari kondisi riil di lapangan.
Sebagai provinsi dengan populasi terbesar di Indonesia, Jawa Barat menghadapi tantangan besar dalam pemerataan pembangunan, pemerintahan yang efisien, serta pelayanan publik yang merata.
Dengan jumlah penduduk lebih dari 50 juta jiwa, banyak daerah di Jabar merasa terpinggirkan dalam distribusi sumber daya.
Rencana Lima Provinsi Baru: Identitas Kultural dan Wilayah Administratif
Dalam wacana yang tengah dibahas, lima provinsi baru yang diusulkan akan terbagi berdasarkan karakteristik historis, budaya, dan kebutuhan administrasi.
Adapun lima wilayah yang dirancang meliputi:
- Provinsi Sunda Pakuan – mencakup Bogor, Sukabumi, Cianjur, dan Depok. Wilayah ini dikenal sebagai penyangga utama Ibu Kota dan memiliki tekanan urbanisasi tinggi.
- Provinsi Sunda Priangan – terdiri dari Bandung dan Sumedang, pusat ekonomi kreatif dan pendidikan.
- Provinsi Sunda Taruma – mencakup Bekasi, Karawang, Purwakarta, dan Subang, kawasan industri yang mengalami pertumbuhan pesat.
- Provinsi Sunda Caruban – meliputi Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan, dengan basis budaya pesisir dan agraria yang kuat.
- Provinsi Sunda Galuh – mencakup Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Banjar, dan Pangandaran, wilayah Priangan Timur yang kaya sejarah.
Kelima entitas administratif tersebut diharapkan mampu memperkuat otonomi daerah, meningkatkan efisiensi birokrasi, dan mempercepat pembangunan sesuai dengan potensi lokal masing-masing.

Urgensi, Tantangan, dan Prosedur Pemekaran
Pemekaran daerah bukanlah hal baru di Indonesia, namun tetap memerlukan prosedur panjang dan persetujuan berjenjang.
Prosesnya harus melewati kajian akademik, rekomendasi pemerintah daerah, dukungan masyarakat, hingga evaluasi dari pemerintah pusat dan DPR RI.
Dalam konteks Jabar, Rahmat Hidayat menegaskan bahwa pembahasan akan dilakukan secara transparan dan menyeluruh.
“Kami tidak ingin tergesa-gesa. Harus ada peta jalan yang jelas dan berbasis data, bukan sekadar keinginan politis sesaat,” tegasnya.
Isu pemekaran pun menuai pro dan kontra. Pendukungnya menilai bahwa desentralisasi akan membuat pelayanan publik lebih cepat dan responsif.
Namun pihak yang kontra khawatir akan terjadi pembengkakan anggaran, konflik batas wilayah, hingga potensi politisasi pemekaran.
Potensi Ekonomi dan Politik Daerah
Selain aspek pelayanan publik, pemekaran dinilai strategis untuk membuka peluang ekonomi baru.
Dengan pembentukan provinsi baru, daerah-daerah yang selama ini berada di pinggiran kekuasaan provinsi bisa tampil sebagai pusat pemerintahan dan ekonomi baru.
Hal ini bisa menciptakan lapangan kerja, memperkuat infrastruktur lokal, dan memperluas jaringan investasi daerah.
Dari sisi politik, pemekaran juga memberi ruang bagi representasi politik yang lebih seimbang.
Daerah-daerah yang selama ini tidak terdengar suaranya dalam kebijakan provinsi akan memiliki kursi dan pengaruh lebih dalam struktur pemerintahan baru.***