Pemerintah pusat dan daerah resmi menandatangani nota kesepahaman untuk memulai proyek percontohan transmigrasi modern berbasis kawasan. Inisiatif ini menandai langkah baru dalam sejarah transmigrasi Indonesia—yang kini tak lagi hanya soal perpindahan penduduk, tetapi difokuskan pada pengembangan kawasan ekonomi terpadu.
Penandatanganan dilakukan dalam Rapat Kerja Nasional Kementerian Transmigrasi 2025 yang digelar di Bali. Dalam forum tersebut, Kementerian Transmigrasi menjalin kerja sama dengan Pemerintah Provinsi Banten, Sulawesi Barat, serta Bupati Mojokerto dan Bupati Sidrap.
Model transmigrasi baru ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 dan diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009. Berbeda dari pendekatan lama yang berbasis permukiman individu, pendekatan baru menitikberatkan pada pembangunan kawasan yang lebih luas dan terintegrasi, dengan melibatkan transmigran dan masyarakat lokal dalam satu ekosistem ekonomi bersama.
Jika dulu satu kawasan transmigrasi hanya mencakup 250 hingga 500 hektare, kini skala proyek bisa mencapai 19.000 hingga 97.000 hektare. Kawasan tersebut akan mengintegrasikan berbagai sektor usaha—seperti pertanian, peternakan, perikanan, bahkan pertambangan—untuk menciptakan pusat ekonomi baru di wilayah tujuan transmigrasi.
Sebagai bagian dari program unggulan, Kementerian Transmigrasi juga memperkenalkan “Transmigrasi Patriot”, yaitu pelatihan dan pemberdayaan warga transmigran agar memiliki keterampilan dan daya saing yang tinggi, sesuai kebutuhan industri di kawasan yang dikembangkan.
Melalui pilot project dan nota kesepahaman ini, pemerintah berharap model transmigrasi modern dapat diterapkan secara nasional sebagai solusi jangka panjang untuk pemerataan pembangunan, mengatasi ketimpangan ekonomi antarwilayah, serta menciptakan lapangan kerja baru.
Caption | Admin: Raihana




