JAKARTA – Pemerintah mengambil langkah tegas melindungi anak-anak di dunia maya dengan memberlakukan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 (PP TUNAS). Regulasi ini mewajibkan semua platform media sosial di Indonesia menerapkan verifikasi usia, sebuah upaya yang disebut sebagai “benteng digital” untuk menangkal ancaman konten berbahaya dan predator online. Kebijakan ini menandai babak baru dalam perang melawan risiko digital yang mengintai generasi muda.
Data UNICEF mengungkapkan fakta mencemaskan: 89 persen anak Indonesia aktif menjelajahi internet, menghabiskan rata-rata 5,4 jam per hari di dunia maya. Lebih mengkhawatirkan lagi, hampir separuh dari mereka pernah terpapar konten seksual. “Ini bukan lagi sekadar angka, ini adalah alarm darurat,” tulis Muhamad Fadli Ramadan seperti yang dikutip dari Sindonews.com, Minggu (10/8/2025).
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menjadi ujung tombak pelaksanaan kebijakan ini. Direktur Jenderal Komunikasi Publik dan Media Komdigi, Fifi Aleyda Yahya, menegaskan bahwa PP TUNAS adalah fondasi kebijakan nasional untuk melindungi aset paling berharga bangsa.
“Ini bukan sekadar aturan, melainkan sebuah deklarasi perang terhadap konten berbahaya yang mengancam generasi penerus,” ujarnya.
PP TUNAS mengharuskan platform media sosial seperti TikTok, Instagram, dan lainnya menerapkan sistem verifikasi usia yang ketat. Langkah ini bertujuan mencegah anak-anak di bawah umur mengakses konten yang tidak sesuai, sekaligus meminimalkan risiko perundungan siber dan eksploitasi online.
Indonesia, yang menurut Statista memiliki 157,6 juta pengguna TikTok—terbanyak di dunia—membutuhkan perlindungan ekstra di tengah maraknya aktivitas digital.
Namun, tantangan besar menanti. Implementasi verifikasi usia memerlukan teknologi canggih dan koordinasi lintas sektor. Menteri Komdigi Meutya Hafid, dalam pertemuan dengan Sekretaris Jenderal International Telecommunications Union (ITU) Doreen Bogdan-Martin, menegaskan ambisi Indonesia menjadikan PP TUNAS sebagai standar global.
“PP TUNAS mencerminkan komitmen Indonesia melindungi anak secara daring, demi kesehatan dan kesejahteraan generasi muda,” kata Meutya.
Konferensi CYDES 2025 di Malaysia baru-baru ini juga menjadi sorotan, di mana Indonesia mempelajari pengalaman China dalam membangun sistem keamanan siber. Dengan serangan siber di Indonesia meningkat 47 persen per tahun, kebijakan ini diharapkan tak hanya melindungi anak, tetapi juga memperkuat infrastruktur digital nasional.
Meski ambisius, keberhasilan PP TUNAS bergantung pada eksekusi di lapangan. Kerjasama dengan platform global, pengawasan ketat, dan edukasi publik menjadi kunci untuk mewujudkan ruang digital yang aman bagi anak-anak Indonesia.
Dengan langkah ini, Indonesia tidak hanya melindungi masa depan generasinya, tetapi juga berpotensi menjadi pelopor tata kelola keamanan digital di panggung dunia.