JAKARTA – Langit Jakarta kembali diselimuti polusi pada sore ini, dengan kualitas udara yang tercatat dalam kategori tidak sehat. Berdasarkan pantauan situs pemantau kualitas udara global IQAir, Indeks Kualitas Udara (AQI) Jakarta mencapai angka 170 pada pukul 16.00 WIB, menandakan kondisi udara yang berpotensi membahayakan kesehatan, terutama bagi kelompok sensitif seperti anak-anak, lansia, dan penderita penyakit pernapasan.
PM 2.5 Jadi Penyebab Utama Polusi
Polutan utama yang mendominasi buruknya kualitas udara di ibu kota adalah partikel halus PM 2.5, yang memiliki ukuran lebih kecil dari 2,5 mikron. Data IQAir menunjukkan konsentrasi PM 2.5 di Jakarta mencapai 87,4 µg/m³, atau setara dengan 17,5 kali lipat di atas ambang batas aman yang ditetapkan Badan Kesehatan Dunia (WHO).
“Konsentrasi PM2.5 di Jakarta saat ini 17,5 kali nilai panduan kualitas udara tahunan WHO,” demikian pernyataan resmi dari situs IQAir.
Partikel PM 2.5 dikenal berbahaya karena mampu menembus paru-paru hingga masuk ke aliran darah, memicu risiko penyakit seperti infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), asma, hingga penyakit kardiovaskular.
Masyarakat diimbau untuk mengurangi aktivitas luar ruangan, menggunakan masker pelindung, dan menutup jendela untuk meminimalkan paparan polusi.
Kondisi Memburuk Dibandingkan Hari Sebelumnya
Tingkat polusi sore ini menunjukkan peningkatan signifikan dibandingkan tiga hari terakhir. Pada Minggu (10/8/2025), AQI Jakarta berada di angka 115 (tidak sehat bagi kelompok sensitif), Sabtu (9/8/2025) di angka 160 (tidak sehat), dan Jumat (8/8/2025) di angka 155 (tidak sehat).
Kenaikan ini diduga dipicu oleh peningkatan aktivitas kendaraan bermotor pasca akhir pekan, ditambah faktor meteorologi seperti rendahnya kecepatan angin yang menghambat dispersi polutan.
Dalam perbandingan dengan kota-kota lain di Indonesia, Jakarta menempati posisi ketiga dengan kualitas udara terburuk.
Peringkat pertama dan kedua ditempati oleh Kota Tangerang (AQI 185) dan Tangerang Selatan (AQI 178), menunjukkan bahwa wilayah Jabodetabek secara keseluruhan tengah menghadapi krisis polusi udara.
Faktor Penyebab dan Langkah Antisipasi
Menurut Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, 35–57% polusi udara di Jakarta berasal dari emisi kendaraan bermotor dengan kadar sulfur tinggi. Selain itu, aktivitas pembakaran sampah, konstruksi, dan cerobong industri turut memperburuk kondisi udara.
“Kami sampaikan bahwa hampir 35–57 persen kualitas udara yang jelek di Jakarta, terkonfirmasi berasal dari BBM yang masih tinggi sulfurnya,” ujar Hanif dalam pernyataannya di Indramayu, Jawa Barat, pada Juni lalu.
Pemerintah telah mengambil langkah tegas, termasuk penutupan dua perusahaan di Cikarang yang terbukti mencemari udara. Selain itu, Kementerian Lingkungan Hidup mendorong penggunaan bahan bakar rendah sulfur dan pengawasan ketat terhadap emisi industri di Jabodetabek.
Imbauan untuk Masyarakat
Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta dan BMKG mengimbau warga untuk tetap waspada, terutama saat kualitas udara memburuk pada Juli hingga Agustus, yang dikenal sebagai puncak musim kemarau. Masyarakat dianjurkan untuk memantau informasi kualitas udara melalui situs resmi seperti udara.jakarta.go.id atau aplikasi IQAir, serta mengurangi penggunaan kendaraan pribadi untuk membantu menekan emisi.
Kondisi udara Jakarta yang kian memprihatinkan ini menjadi pengingat akan perlunya kolaborasi lintas sektor untuk mengatasi polusi. Dengan langkah nyata dari pemerintah dan kesadaran masyarakat, langit biru Jakarta diharapkan dapat kembali terlihat di masa depan.