JAKARTA – Penyanyi senior Ari Lasso memicu sorotan publik setelah membeberkan dugaan kekacauan dalam sistem distribusi royalti oleh Wahana Musik Indonesia (WAMI), melalui unggahan di akun Instagram pribadinya.
Dalam unggahan tersebut, Ari mempertanyakan nominal royalti yang ia terima serta nama penerima yang tidak sesuai. Ia mengaku menerima email dari WAMI dengan bukti transfer sebesar Rp765.594, namun dengan nama penerima atas nama Mutholah Rizal, bukan dirinya.
“WAMI is a joke… fn joke. Saya bingung, dari sekian puluh juta yang menetes hanya 700-an ribu,” tulis Ari, dilansir Kompas, Senin (11/8/2025).
Ari mengaku telah menghubungi Meidy Aquarius, sahabatnya yang pernah bekerja di WAMI, namun tidak mendapat jawaban memuaskan.
“Saya telepon sahabat saya, Mas Meidy Aquarius (@meidif) yang pernah di WAMI, dia pun juga bingung dan bilang ‘gue udah enggak di WAMI’.”
Lebih lanjut, Ari mempertanyakan apakah laporan royalti tersebut sebenarnya miliknya atau milik pihak lain yang tertera di rekening tujuan transfer.
“Kekonyolan yang paling hebat adalah Anda transfer ke rekening ‘Mutholah Rizal’. Terus, hitungan di laporan Ari Lasso itu punya saya atau punya Pak Mutholah Rizal? Atau itu memang hitungan saya tapi WAMI salah transfer?”
Ia juga menyoroti manajemen WAMI yang dinilainya buruk dan berpotensi merugikan negara serta para musisi.
“Sebuah lembaga dengan manajemen yang (maaf) sangat buruk, yang berpotensi merugikan negara—dalam hal ini Dirjen Pajak—dan yang pasti merugikan banyak musisi anggota Anda.”
Ari mendesak adanya pemeriksaan dari lembaga negara seperti BPK, KPK, atau Bareskrim agar transparansi dan kredibilitas WAMI bisa ditegakkan.
“Banyak ‘permainan’ atau kecerobohan yang layak diperiksa lembaga negara… Bukan untuk menghukum, tapi agar @wami.id menjadi lembaga yang kredibel.”
Tak lupa, Ari juga menyampaikan pertanyaan langsung kepada pengurus WAMI yang kini dipimpin oleh musisi Adi Adrian dari grup KLa Project.
“Dear @wami.id, bagaimana cara Anda mengelola organisasi Anda? Katanya ketuanya sekarang musisi yang sangat saya kagumi, Mas Adi Kla (@adiadrian22). Mohon pencerahan.”
Kasus ini langsung memicu reaksi dari para pencipta lagu dan musisi lainnya. Mereka menuntut transparansi dari Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) serta Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), yang selama ini bertugas mendistribusikan royalti.
Sebagai respons atas kekisruhan ini, Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) bahkan mengusulkan sistem distribusi royalti baru berbasis digital yang mereka sebut Digital Direct License (DDL)—sebuah skema yang diharapkan dapat memangkas birokrasi dan meningkatkan transparansi.




