JAKARTA – Masa depan Alejandro Garnacho di Manchester United semakin tidak pasti. Winger muda asal Argentina tersebut sudah tersingkir dari skuad utama di bawah asuhan Ruben Amorim, namun keinginannya untuk pindah ke Chelsea juga menghadapi jalan buntu.
Sejak pramusim, Garnacho menjadi salah satu dari lima pemain yang dikeluarkan dari tim utama oleh Amorim. Keputusan tersebut diyakini sebagai dampak dari komentar pedasnya pasca-final Liga Europa, yang membuat hubungan sang pemain dengan klub semakin renggang. Meskipun Bayern Munich sempat tertarik, Garnacho menolak pindah ke Bundesliga, dengan fokus utamanya tetap pada Chelsea. Negosiasi antara pemain 21 tahun ini dan The Blues sudah mencapai tahap lanjut, tetapi harga yang dipatok oleh Manchester United, yaitu £50 juta, membuat pembicaraan menjadi terhambat.
Dengan bursa transfer yang semakin menipis, situasi Garnacho semakin rumit. Chelsea belum menunjukkan minat untuk memenuhi harga tersebut, sementara United juga enggan menurunkan banderol. Meski begitu, menurut Fabrizio Romano, Garnacho dikabarkan siap bertahan di Old Trafford meski dirinya tidak termasuk dalam rencana Amorim untuk musim depan. Garnacho lebih memilih menunggu peluang yang lebih sesuai dengan keinginannya daripada menerima tawaran yang tidak memadai.
Namun, keputusan ini menuai kritik tajam. Banyak pihak yang menilai bahwa Garnacho justru sedang merusak kariernya sendiri. Amorim pun tak segan untuk memberikan sindiran pedas, dengan mengatakan bahwa Garnacho “lebih baik berdoa” agar ada klub yang bersedia menampungnya.
Hingga kini, hanya sedikit klub yang menunjukkan keseriusan dalam mengejar Garnacho. Banderol tinggi yang dibanderol MU, ditambah dengan reputasi sikap yang dianggap bermasalah, membuat banyak tim memilih untuk mundur. Situasi semakin pelik setelah Garnacho tidak terdaftar dalam skuad timnas Argentina. Bagi pemain muda seusianya, kehilangan kesempatan untuk bermain di level klub dan negara bisa menjadi kemunduran yang besar.
Jika transfer ke Chelsea gagal total, Garnacho terancam menghabiskan musim penuh tanpa kesempatan bermain. Di usia yang seharusnya menjadi masa keemasan bagi perkembangan kariernya, keputusan keras kepala ini berisiko merusak masa depannya di dunia sepak bola.