JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menyoroti dugaan penyalahgunaan fasilitas pembiayaan negara.
Kali ini, pemilik PT Sakti Mait Jaya Langit (SMJL) dan PT Mega Alam Sejahtera (MAS), Hendarto, resmi ditahan atas kasus dugaan korupsi kredit ekspor dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan bahwa Hendarto menjadi pihak yang menikmati fasilitas kredit tersebut dengan cara menyimpang.
“KPK kembali menetapkan dan menahan satu orang tersangka yakni Sdr. HD (Hendarto) selaku pemilik PT SMJL. Serta, PT MAS pada grup PT BJU (PT Bara Jaya Utama) sebagai penerima manfaat kredit LPEI,” ujar Asep, Kamis (28/8/2025).
Berdasarkan hasil penyidikan, dana pinjaman yang semestinya diperuntukkan bagi pengembangan usaha justru digunakan Hendarto untuk kepentingan pribadi.
“Digunakan untuk kepentingan pribadi, seperti, pembelian aset, kendaraan, kebutuhan keluarga, hingga bermain judi,” ungkap Asep.
Kredit Ekspor Dipakai untuk Kepentingan Pribadi
KPK mengungkapkan, pada periode 2014–2015, PT SMJL memperoleh fasilitas Kredit Investasi Ekspor (KIE) senilai Rp950 miliar dengan dalih refinancing kebun kelapa sawit.
Selain itu, perusahaan yang sama juga menerima Kredit Modal Kerja Ekspor (KMKE) sebesar Rp115 miliar.
Tidak berhenti di situ, pada April 2015 PT MAS juga memperoleh pembiayaan dari LPEI sebesar USD 50 juta atau sekitar Rp670 miliar berdasarkan kurs saat itu.
Namun, aset agunan yang diajukan ternyata bermasalah. Lahan sawit PT SMJL berada di kawasan hutan lindung dan konservasi, sementara PT MAS dianggap tidak layak menerima kredit karena harga batu bara sedang jatuh di pasaran.
Kerugian Negara Capai Triliunan Rupiah
Dalam rangkaian penyidikan, KPK menyita sejumlah aset mewah dari Hendarto. Barang sitaan tersebut berupa uang tunai, tanah, bangunan, kendaraan, perhiasan, tas bermerek, hingga barang-barang mewah lainnya dengan total nilai mencapai Rp540 miliar.
Kerugian negara akibat perbuatan tersangka diperkirakan menyentuh angka Rp1,7 triliun. Hendarto pun dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kasus LPEI Belum Berhenti di Sini
KPK menegaskan bahwa kasus ini bukan yang pertama terkait kredit ekspor LPEI. Sebelumnya, lembaga antirasuah telah menetapkan lima tersangka lain dalam perkara serupa yang melibatkan PT Petro Energy (PT PE).
Mereka adalah Direktur Pelaksana I LPEI Dwi Wahyudi, Direktur Pelaksana IV LPEI Arif Setiawan, Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal sekaligus Komisaris Utama PT PE Jimmy Masrin, Direktur Utama PT PE Newin Nugroho, serta Direktur Keuangan PT PE Susy Mira Dewi Sugiarta.
Meski status tersangka telah ditetapkan, kelima orang tersebut belum dilakukan penahanan. Dari kredit bermasalah kepada PT PE, negara diperkirakan rugi hingga USD 60 juta atau sekitar Rp1 triliun.
KPK kini juga tengah mendalami dugaan penyimpangan fasilitas kredit ekspor kepada 10 debitur lain.
Dari total 11 debitur, potensi kerugian negara bisa mencapai Rp11,7 triliun, sehingga kasus ini berpotensi menjadi salah satu skandal pembiayaan terbesar dalam sejarah LPEI.***




