JAKARTA – Kementerian Kehutanan (Kemenhut) tengah menyiapkan relokasi badak Kalimantan bernama Pari, satu dari hanya dia individu tersisa dari spesies Dicerorhinus sumatrensis yang masih ada di Pulau Kalimantan. Langkah ini dilakukan demi menyelamatkan spesies yang sudah berada di ambang kepunahan.
“Kita juga sedang mempersiapkan relokasi yang sama untuk badak Pari yang ada di Kalimantan,” ujar Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kemenhut, Satyawan Pudyatmoko, usai peluncuran Operasi Merah Putih Translokasi Badak Jawa di Jakarta, Jumat (29/8/2025).
Pari merupakan satu-satunya badak Kalimantan yang masih berada di alam liar. Sementara satu individu lainnya, bernama Pahu, telah berada dalam pengawasan di Suaka Badak Kelian (SBK), Kalimantan Timur. Keduanya adalah betina, dan hal ini menjadi perhatian serius pemerintah dalam upaya pelestarian.
Satyawan menjelaskan bahwa relokasi ini merupakan bagian dari strategi penyelamatan jangka panjang melalui teknologi reproduksi berbantuan atau Assisted Reproductive Technology (ART).
“Makanya, Assisted Reproductive Technology menjadi sangat penting. Karena dua-duanya betina. Jadi, harus ada pengumpulan oosit, pengumpulan sperma, dikawinkan. Baru nanti dimasukkan ke surrogate mother namanya. Dilahirkan untuk menyelamatkan badak Sumatera yang ada di Kalimantan,” paparnya.
Upaya ini didasarkan pada keberhasilan program konservasi badak Sumatera di Suaka Rhino Sumatera (SRS) di Taman Nasional Way Kambas, Lampung Timur. Di lokasi itu, dua individu badak berhasil lahir pada 2023, yakni Anggi, anak dari betina Ratu dan pejantan Andalas yang lahir pada 30 September, serta Indra, anak dari Delilah dan Harapan yang lahir 25 November.
Keberhasilan tersebut memberi harapan baru bagi upaya penyelamatan badak Kalimantan dan juga badak Jawa (Rhinoceros sondaicus), yang nasibnya tak jauh berbeda—semakin terancam dan butuh penanganan darurat.