PARIS, PRANCIS – Perdana Menteri Prancis Sebastien Lecornu secara mengejutkan mengundurkan diri pada Senin (6/10/2025), kurang dari sebulan setelah dilantik. Pengunduran diri ini diterima langsung oleh Presiden Emmanuel Macron di tengah memanasnya gejolak politik, parlemen yang terpecah, dan tekanan anggaran yang terus meningkat, memperdalam ketidakstabilan politik di negara tersebut.
Dengan usia baru 39 tahun, Lecornu mencatat sejarah sebagai perdana menteri dengan masa jabatan terpendek di era Prancis modern, yakni hampir empat minggu sejak pengangkatan awal September lalu.
Latar belakang pengunduran diri ini tak lepas dari krisis politik yang melanda Prancis sejak musim panas. Keputusan Macron untuk menggelar pemilu kilat justru berbalik menjadi bumerang, menghasilkan parlemen yang terbelah menjadi tiga blok utama yang saling bersaing ketat. Kondisi ini menyulitkan pembentukan koalisi stabil, terutama dalam pembahasan penghematan anggaran untuk menekan defisit fiskal negara yang membengkak.
Dua pendahulu Lecornu, Francois Bayrou dan Michel Barnier, sebelumnya juga terjungkal akibat kebuntuan serupa di parlemen. Bayrou, misalnya, digulingkan karena gagal meredam perselisihan soal pemotongan belanja pemerintah.
Lecornu, yang ditunjuk sebagai PM ketujuh di bawah Macron dan kelima dalam dua tahun terakhir, berharap bisa membangun dukungan lintas partai. Namun, kabinet barunya yang hampir identik dengan formasi Bayrou langsung menuai kritik pedas. Kritik datang dari spektrum luas, termasuk rekan koalisi sendiri, yang menilai susunan itu minim inovasi dan gagal menjawab tuntutan reformasi mendesak.
Akibatnya, mundurnya Lecornu diprediksi akan memperburuk ketidakpastian politik Prancis. Analis memperingatkan bahwa tanpa pemimpin baru yang kuat, negosiasi anggaran bisa mandek lebih lama, berpotensi memicu gejolak ekonomi dan sosial. Saat ini, Macron menghadapi tekanan untuk segera menunjuk pengganti, sementara oposisi dari kiri hingga kanan siap memanfaatkan momentum ini untuk menekan agenda mereka.




