JAKARTA – Ilmuwan Jerman menemukan antibodi yang mampu menetralkan 98% varian HIV, membuka jalan baru bagi pengembangan vaksin dan terapi pencegahan AIDS.
Penemuan ini dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Cell pada Kamis, 10 Oktober 2025. Ini merupakan hasil kolaborasi antara Helmholtz Center Munich, Universitas Cologne, dan institusi kesehatan Jerman lainnya.
Antibodi bernama 1-18 ini diambil dari sampel darah seorang pasien yang telah hidup dengan HIV selama bertahun-tahun tanpa pengobatan antiretroviral (ART).
Yang mengejutkan, antibodi ini tidak hanya kuat, tetapi juga bisa diproduksi secara massal menggunakan teknologi rekayasa genetika.
“Antibodi ini sangat luas dan sangat kuat,” kata Dr. Florian Klein, salah satu peneliti utama dari Universitas Cologne, seperti dikutip dari Deutsche Welle.
Ia menambahkan bahwa temuan ini bisa menjadi kunci untuk vaksin HIV yang efektif, mengingat virus ini dikenal sulit dilawan karena mutasinya yang cepat.
Bagaimana Antibodi Ini Bekerja?
Dalam studi laboratorium, antibodi 1-18 terbukti menargetkan bagian konservatif dari protein envelope HIV, yaitu area yang jarang bermutasi. Tes in vitro menunjukkan:
Efektivitas Tinggi:
Menetralkan 98% dari 294 varian HIV yang diuji, termasuk strain yang resisten terhadap antibodi lain.
Dosis Rendah:
Hanya membutuhkan konsentrasi rendah (IC50 < 0.1 μg/ml) untuk menghentikan infeksi sel.
Potensi Klinis:
Saat diuji pada tikus humanized (model hewan dengan sistem imun manusia), antibodi ini mencegah infeksi HIV sepenuhnya selama enam minggu pasca-paparan.
Para peneliti juga mengembangkan versi tri-spesifik dari antibodi ini, yang menggabungkan tiga elemen penetralisir berbeda. Versi ini bahkan lebih unggul, mampu melawan varian HIV yang lolos dari antibodi alami manusia.
Latar Belakang dan Tantangan HIV Global
HIV tetap menjadi ancaman kesehatan dunia, dengan sekitar 39 juta orang hidup dengan virus ini menurut data WHO tahun 2024. Di Indonesia saja, Kementerian Kesehatan mencatat lebih dari 500.000 kasus terkonfirmasi hingga akhir 2024, dengan angka infeksi baru masih tinggi di kalangan kelompok rentan seperti pekerja seks dan pengguna narkoba suntik.
Penemuan ini datang di tengah kegagalan vaksin HIV sebelumnya, seperti uji coba mRNA yang gagal pada fase III tahun lalu.
“Kami butuh pendekatan baru, dan antibodi broadly neutralizing seperti ini bisa jadi fondasi,” ujar Klein.
Langkah Selanjutnya dan Harapan
Tim peneliti berencana memulai uji klinis fase I pada manusia tahun depan, bekerja sama dengan perusahaan farmasi seperti Gilead Sciences. Jika berhasil, antibodi ini bisa digunakan sebagai profilaksis pra-paparan (PrEP) alternatif — mirip obat seperti Truvada, tetapi lebih tahan lama, hanya satu suntikan setiap enam bulan.
Meski demikian, para ahli mengingatkan bahwa HIV masih punya trik evolusi.
“Ini bukan akhir, tapi langkah besar menuju pengendalian pandemi,” kata Prof. Dr. Christoph Spinner, spesialis infeksi dari Technical University Munich.
Penemuan antibodi HIV dari Jerman ini tidak hanya meningkatkan optimisme di kalangan ilmuwan, tetapi juga berpotensi menurunkan biaya pengobatan global.




