MIAMI, AS – Amerika Serikat menaikkan tensi geopolitik di Amerika Latin dengan mengirim kapal induk USS Gerald R. Ford beserta jet tempur F-35 ke wilayah Karibia, Jumat, 24 Oktober 2025.
Langkah ini, dipimpin pemerintahan Presiden Donald Trump, menandai eskalasi militer terbesar AS di kawasan dalam beberapa tahun terakhir, melampaui operasi anti-narkotika rutin dan menegaskan komitmen Washington untuk mempertahankan stabilitas regional di tengah ketegangan yang meningkat dengan Venezuela dan Kolombia.
Pengumuman ini datang sebagai respons atas tuduhan lama AS terhadap rezim Venezuela yang diduga melindungi jaringan pengedar narkoba serta melemahkan fondasi demokrasi di negara tersebut. Selain itu, dinamika hubungan dengan Kolombia—sebagai sekutu utama AS di kawasan—juga ikut memanaskan situasi, dengan isu keamanan perbatasan dan migrasi yang semakin rumit.
Pengerahan ini tidak hanya menambah delapan kapal perang, satu kapal selam nuklir, dan skuadron F-35 yang telah ditempatkan sebelumnya, tetapi juga dirancang untuk memperkuat pengawasan di bawah Komando Selatan AS (USSOUTHCOM).
Menurut juru bicara Pentagon, Sean Parnell, langkah ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan deteksi ancaman lintas batas.
“Peningkatan kehadiran pasukan AS di area tanggung jawab USSOUTHCOM akan memperkuat kapasitas AS untuk mendeteksi, memantau, dan menghentikan aktor serta aktivitas ilegal yang membahayakan keselamatan dan kesejahteraan tanah air Amerika Serikat serta keamanan kita di Belahan Barat,” tulis Parnell di platform X, sebagaimana dikutip dari Reuters.
Kapal induk raksasa USS Gerald R. Ford, yang mampu membawa hingga 75 pesawat tempur termasuk F-35 Lightning II, dilaporkan telah melintasi Selat Gibraltar beberapa hari lalu dan kini berada di perairan Eropa menuju Karibia. Detail jadwal kedatangannya belum diungkap secara spesifik oleh Kementerian Pertahanan AS, namun analis militer memperkirakan armada ini akan tiba dalam waktu seminggu untuk mendukung operasi patroli udara dan laut intensif.
Latar Belakang Ketegangan AS-Venezuela-Kolombia
Ketegangan di Karibia mencapai titik kritis sejak awal 2025, ketika AS menuduh pemerintah Venezuela di bawah Presiden Nicolás Maduro menjadi “surga” bagi kartel narkoba asal Amerika Selatan. Tuduhan ini diperkuat oleh laporan intelijen yang mengaitkan pejabat tinggi Caracas dengan perdagangan kokain senilai miliaran dolar ke AS.
Sementara itu, Kolombia yang baru saja mengalami pergantian kepemimpinan—menghadapi tekanan dari Washington untuk memperketat pengawasan perbatasan selatan, di mana ribuan migran Venezuela berusaha melintasi wilayah tersebut setiap bulan.
Para pakar keamanan regional menilai pengerahan ini sebagai sinyal kuat dari Trump untuk mencegah potensi konflik lebih lanjut, terutama setelah serangkaian insiden diplomatik bulan lalu.
“Ini bukan sekadar latihan rutin; ini pesan tegas bahwa AS siap bertindak jika stabilitas kawasan terganggu,” kata analis militer dari think tank Atlantic Council, yang memantau pergerakan armada AS secara real-time.
Dampak Potensial bagi Keamanan Regional
Dengan kehadiran kapal induk sekelas USS Gerald R. Ford—yang dilengkapi sistem peluncuran elektromagnetik canggih dan kemampuan pertahanan rudal mutakhir—AS kini mengontrol sebagian besar lalu lintas maritim di Laut Karibia. Ini berpotensi memengaruhi rute perdagangan global, termasuk pengiriman minyak dari Venezuela, yang merupakan salah satu eksportir terbesar ke AS meski di bawah sanksi ekonomi.
Bagi warga Karibia, eskalasi ini menimbulkan kekhawatiran akan peningkatan aktivitas militer yang bisa mengganggu pariwisata dan perikanan lokal. Sementara itu, di tingkat internasional, Uni Eropa dan Brasil telah menyatakan kesiapan untuk memediasi, meski belum ada respons resmi dari Maduro atau pemimpin Kolombia.
Pengerahan militer AS di Karibia ini menegaskan kembali peran strategis kawasan sebagai “halaman belakang” Washington, di mana isu narkoba, migrasi, dan demokrasi saling terkait.
Pengamat internasional kini menanti apakah langkah ini akan meredakan atau justru memicu gelombang baru ketegangan dengan Venezuela dan Kolombia.




