JAKARTA – Lebih dari 1.000 koperasi kini berperan aktif dalam menjalankan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diinisiasi pemerintah.
Baik sebagai Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) maupun sebagai penyedia bahan baku pangan bagi jutaan penerima manfaat di seluruh Indonesia.
Menteri Koperasi dan UKM Ferry Juliantono menegaskan bahwa pemerintah telah menyiapkan dukungan pembiayaan melalui Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) untuk memperkuat kapasitas produksi koperasi yang terlibat dalam program MBG.
Ferry menjelaskan, pendanaan tersebut dapat dimanfaatkan untuk pengembangan usaha pangan, seperti peternakan ayam petelur, ayam pedaging, hingga sapi perah yang dibutuhkan sesuai dengan permintaan pasokan dari masing-masing SPPG.
“Kalau SPPG butuh jutaan butir telur maka kapasitas peternakan harus disesuaikan. LPDB siap membiayai, tergantung nilai dan proposal bisnisnya,” ujar Ferry.
Ia menambahkan, pemerintah telah membentuk tim gabungan antara Kementerian Koperasi dan Satgas MBG di berbagai daerah untuk mendukung Badan Gizi Nasional (BGN) dalam memastikan rantai pasok pangan ke dapur-dapur penyedia MBG berjalan lancar dan efisien.
Wakil Kepala BGN Nanik S. Deyang menilai, dukungan pembiayaan dari LPDB akan menjadi penggerak penting bagi koperasi produksi agar mampu menjaga stabilitas suplai bahan pangan bagi jutaan penerima manfaat program MBG di lapangan.
“Dengan dukungan dana LPDB, koperasi-koperasi bisa memenuhi kebutuhan dapur MBG dan mengamankan pasokan pangan yang sangat dibutuhkan di lapangan,” ujar Nanik di Jakarta, Kamis.
Saat ini, jumlah penerima manfaat program MBG telah mencapai lebih dari 40 juta jiwa, mencakup siswa TK, SD, SMP, SMA, serta kelompok rentan seperti balita, ibu hamil, dan ibu menyusui yang mendapatkan asupan bergizi setiap hari.
Sebanyak 14.229 dapur pengelola MBG kini beroperasi di berbagai wilayah Indonesia, menjadi pusat penyediaan hidangan bergizi bagi masyarakat sekaligus penggerak ekonomi lokal berbasis koperasi.
Nanik menekankan, penguatan koperasi produksi melalui dana bergulir akan meningkatkan suplai bahan pangan di pasar dan membantu menjaga kestabilan harga untuk menekan potensi inflasi yang dapat muncul dari fluktuasi pasokan.
“Jika pasokan melimpah, harga-harga bisa lebih terkendali dan risiko inflasi dapat diminimalkan,” kata Nanik.
Sebagai ilustrasi, untuk memenuhi kebutuhan pisang bagi satu SPPG dengan sekitar 3.000 penerima manfaat, dibutuhkan lahan produksi seluas 1,5 hektare.
Potensi koperasi-koperasi desa sebagai penyedia pisang dan bahan pangan lokal lain dinilai sangat besar untuk mendukung keberlanjutan Program MBG ke depan.***





