Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menemukan indikasi praktik manipulasi harga barang impor saat melakukan inspeksi mendadak di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, pada Selasa (11/11/2025). Dalam pemeriksaan kontainer, Purbaya mendapati barang yang dalam dokumen hanya tercantum senilai Rp100 ribu atau sekitar 7 dolar AS, namun harga pasar barang tersebut mencapai Rp40-50 juta.
“Saat pemeriksaan ada hal yang menarik yaitu harganya kemurahan juga. Akan kita check lagi karena barang sebagus itu mosok harganya hanya 7 dolar AS. Sementara di marketplace harganya bisa sampai dengan Rp40-Rp45 juta, tapi kami akan cek kembali,” ujar Purbaya.
Dalam kunjungan kerja ke Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Tipe Madya Pabean (KPPBC TMP) Tanjung Perak, Purbaya memantau langsung proses pemeriksaan barang dengan mencocokkan dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dengan kondisi fisik barang di lapangan. Ia didampingi oleh Direktur Jenderal Bea Cukai Djaka Budi Utama.
Teknologi Scanner Baru untuk Percepat Pemeriksaan
Purbaya juga meninjau pengoperasian kontainer scanner berteknologi tinggi yang baru dipasang sekitar dua minggu sebelumnya. Meskipun masih dalam tahap penyempurnaan, ia optimistis alat tersebut dapat meningkatkan efisiensi pemeriksaan barang di pelabuhan.
“Saya melihat langsung proses pemeriksaan kontainer, hasilnya bagus. Tadi juga saya lihat pengoperasian kontainer scanner yang baru dipasang sekitar dua minggu lalu. Meskipun belum sempurna, saya yakin alat ini akan semakin meningkatkan dan mempercepat kemampuan pegawai Bea dan Cukai dalam melakukan pemeriksaan barang,” kata Purbaya.
Kunjungan dilanjutkan ke Kantor Balai Laboratorium Bea dan Cukai (KBLBC) Kelas II Surabaya yang berperan penting dalam mengidentifikasi barang melalui pengujian laboratorium. Purbaya meninjau langsung fasilitas laboratorium yang kini dilengkapi dengan sarana dan prasarana responsif gender.
Bagian dari Upaya Berantas Impor Ilegal
Temuan di Tanjung Perak merupakan bagian dari upaya pemerintah memberantas praktik under-invoicing dan impor ilegal yang merugikan negara. Praktik under-invoicing adalah manipulasi nilai faktur dengan mencantumkan harga lebih rendah dari nilai sebenarnya untuk mengurangi bea masuk dan pajak.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak menemukan potensi kerugian negara sekitar Rp140 miliar akibat praktik under-invoicing dalam ekspor produk turunan minyak kelapa sawit, dengan total transaksi mencapai Rp2,08 triliun dari 25 wajib pajak. Purbaya telah menegaskan akan memberikan sanksi tegas kepada pelaku impor ilegal, termasuk memasukkan mereka ke dalam daftar hitam agar tidak dapat melakukan impor lagi.
“Untuk teman-teman Bea dan Cukai, semangat. Anda ada di titik terdepan untuk menjaga keutuhan integritas pasar dalam negeri dari produk-produk ilegal,” ujar Purbaya menutup kunjungannya.




