JAKARTA – Panggung politik Guinea-Bissau kembali berguncang ketika kelompok prajurit tampil di siaran televisi nasional untuk menyatakan bahwa mereka kini menguasai negara setelah melakukan kudeta presiden.
Pengumuman dramatis itu muncul hanya hitungan jam setelah suara tembakan menggema di sekitar istana kepresidenan, tiga hari pasca pemilu nasional yang masih menunggu hasil resmi.
Presiden Umaro Sissoco Embaló menyampaikan kepada media Prancis bahwa dirinya telah ditangkap oleh militer dan tidak lagi memegang kendali pemerintahan.
Kudeta terbaru ini kian memperpanjang daftar krisis politik di Afrika Barat yang mengalami peningkatan ketegangan dalam beberapa tahun terakhir.
Dalam pernyataan yang dibacakan di Bissau oleh Brigadir Jenderal Denis N’Canha, kelompok yang menamakan diri “Komando Tertinggi Militer untuk Pemulihan Keamanan dan Stabilitas Nasional” menyatakan telah mengambil alih kekuasaan “untuk menjaga stabilitas negara” menyusul ketegangan yang muncul dari pemilu tanggal 23 November.
Militer mengumumkan langkah-langkah segera, antara lain:
• Penutupan seluruh perbatasan negara
• Pemberlakuan jam malam (couvre-feu)
• Penangguhan semua lembaga yang terkait dengan proses pemilu Presiden Embaló.
Melalui wawancara singkat dengan France 24, mengonfirmasi bahwa dirinya berada di tangan militer, meskipun ia tidak memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai kondisinya.
Kudeta ini terjadi di tengah situasi politik yang sudah lama dilanda gejolak politik dan konflik berulang di Guinea-Bissau sejak Embaló berkuasa pada tahun 2020.
Saat ini, negara tersebut menanti respons dari ECOWAS (CEDEAO) dan Uni Afrika, sementara warga tetap berada dalam kecemasan dan ketidakpastian mengenai nasib bangsa mereka.
Dinis N’Tchama juga menegaskan bahwa langkah pengambilalihan ini dilakukan untuk mencegah dugaan manipulasi hasil pemilu yang melibatkan sejumlah politisi, seorang gembong narkoba, dan warga asing.
Setelah pernyataan itu, militer langsung menangguhkan seluruh proses pemilu, menghentikan aktivitas media, serta menutup akses keluar masuk negara di seluruh perbatasan.
Guinea-Bissau, yang berulang kali dilanda kudeta sejak merdeka dan dikenal sebagai jalur transit perdagangan narkoba, sebelumnya baru saja menggelar pemilihan presiden dan legislatif pada Minggu, 23 November 2025.
Baik Embaló maupun pesaingnya dari oposisi, Fernando Dias da Costa, sama-sama mengklaim kemenangan meskipun hasil final baru dijadwalkan dirilis hari ini.
Ketegangan nasional meningkat ketika tembakan terdengar pada Rabu siang di area istana, sementara jalan-jalan utama menuju kompleks pemerintahan diblokade tentara bersenjata lengkap.
Pejabat istana menyebut adanya serangan dari kelompok bersenjata, disertai laporan bahwa ketua komisi pemilu telah ditangkap dan kantornya disegel oleh militer.
Presiden Embaló juga menyampaikan kepada publik bahwa ia sekarang berada dalam tahanan dan kemudian mengonfirmasi kepada France 24 bahwa dirinya telah digulingkan.
Mandat kepemimpinan Embaló sendiri sebelumnya diperdebatkan oposisi karena dianggap sudah berakhir Februari, namun Mahkamah Agung memperpanjang masa jabatannya hingga September.
Kondisi ini memicu keprihatinan global, dengan PBB mendesak semua pihak menahan diri, sementara Uni Afrika dan ECOWAS meminta pemulihan kembali tatanan konstitusional.
Di sisi lain, kelompok masyarakat sipil Front Populer menuduh adanya “kudeta simulasi” yang menurut mereka dilakukan Embaló bersama militer untuk menghambat pengumuman hasil pemilu dan mempertahankan kekuasaan.***