JAKARTA – Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Kelas III Enemawira, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, Chandra Sudarto, resmi dinonaktifkan dari jabatannya setelah diduga memaksa narapidana beragama Islam mengonsumsi daging anjing. Saat ini, Chandra Sudarto tengah menjalani sidang kode etik profesi di kantor pusat Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta.
Sidang etik terhadap terduga berinisial CS itu digelar pada Selasa (2/12/2025). Sebelumnya, Chandra telah diperiksa di Kantor Wilayah Kemenkumham Sulawesi Utara setelah dinonaktifkan.
“Terduga berinisial CS telah hadir dan menjalani pemeriksaan di hadapan Majelis Sidang. Semua tahapan kami laksanakan sesuai prosedur agar penanganannya benar-benar objektif,” kata Ketua Majelis Sidang, Y. Waskito, dikutip dari laman resmi Ditjenpas, Rabu (3/12/2025).
Waskito menegaskan bahwa Ditjenpas akan mengambil tindakan tegas apabila pelanggaran terbukti. “Sidang kode etik ini kami gelar untuk menguji secara menyeluruh setiap informasi yang masuk dan memastikan penilaiannya dilakukan secara fair dan sesuai aturan,” ujarnya.
Anggota DPR Minta Kalapas Dicopot dan Dipidana
Tindakan Chandra Sudarto mendapat kecaman keras dari Anggota Komisi III DPR RI, Mafirion. Ia menilai perbuatan memaksa warga binaan pemasyarakatan (WBP) beragama Islam mengonsumsi daging anjing merupakan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia dan kebebasan beragama.
“Tindakan kepala lapas memaksa warga binaan muslim mengonsumsi makanan yang jelas dilarang dalam ajaran Islam bukan hanya tindakan tidak pantas, tetapi juga pelanggaran hukum dan HAM,” tegas Mafirion dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Rabu (3/12/2025).
Mafirion mendesak Menteri Hukum dan HAM untuk mencopot Chandra Sudarto dari jabatannya serta memprosesnya secara pidana. Menurutnya, perbuatan tersebut melanggar Pasal 156, 156a, 335, dan 351 KUHP serta UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
“Aturan dalam KUHP secara tegas menyebutkan bahwa perbuatan menghina atau merendahkan agama dapat dipidana maksimal hingga 5 tahun,” ungkapnya.
Politisi Partai Gerindra itu juga menyoroti aspek diskriminasi dan penistaan agama yang sangat sensitif. “Kita tidak bisa membiarkan seorang warga negara diperlakukan seperti ini. Walaupun dia seorang warga binaan, tapi dia masih memiliki hak asasi manusia yang harus tetap dilindungi. Jangan mentang-mentang dia warga binaan, maka kalapas bisa sewenang-wenang melakukan pelanggaran. Jangan toleransi terhadap hal-hal seperti ini,” imbuhnya.
Mafirion meminta aparat penegak hukum segera bertindak agar kasus ini tidak berkembang menjadi konflik horizontal bernuansa SARA. “Konstitusi dan undang-undang kita sudah jelas. Tidak boleh ada seorang pun yang dipaksa melanggar keyakinannya. Negara harus hadir melindungi,” pungkas Mafirion.
Hingga berita ini diturunkan, Chandra Sudarto belum memberikan pernyataan resmi terkait tuduhan tersebut. Ditjenpas menyatakan bahwa proses sidang etik masih berlangsung dan hasilnya akan diumumkan setelah seluruh tahapan selesai.