Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq resmi mencabut seluruh izin lingkungan milik delapan perusahaan yang beroperasi di wilayah terdampak banjir bandang dan longsor di Sumatera.
Keputusan ini diumumkan pada Rabu (3/12/2025) setelah analisis citra satelit menunjukkan adanya aktivitas korporasi yang diduga memperburuk kondisi lingkungan dan memperparah dampak bencana yang telah menewaskan 836 orang hingga Kamis (4/12) sore.
“Mulai hari ini kami menarik seluruh persetujuan lingkungan dari dokumen yang ada di daerah bencana,” tegas Hanif dalam konferensi pers di Gedung DPR, Senayan, Jakarta. Delapan perusahaan tersebut dijadwalkan hadir di Kementerian LH pada Senin (8/12) untuk memberikan klarifikasi resmi.
Beroperasi di Kawasan Kritis Ekosistem DAS Batang Toru
Perusahaan yang izinnya dicabut bergerak di berbagai sektor, antara lain Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH), pertambangan, PLTA, perkebunan sawit, dan tanaman industri. Mayoritas aktivitas usaha tersebut berada di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Toru, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara—area dengan ekosistem yang sangat sensitif dan rawan bencana ekologis.
Berdasarkan analisis satelit, dari total 340 ribu hektare kawasan hutan, sekitar 50 ribu hektare telah berubah menjadi lahan kering akibat pemanfaatan lahan. Dalam periode 1990–2024, tutupan hutan yang hilang mencapai:
-
14 ribu hektare di Aceh
-
19 ribu hektare di Sumatera Utara
-
10 ribu hektare di Sumatera Barat
Sanksi Administratif dan Pidana Disiapkan
Karena bencana ini menimbulkan ratusan korban jiwa, Kementerian LH menegaskan akan menempuh jalur pidana selain administratif.
“Karena sudah menimbulkan korban jiwa, maka pendekatan pidananya akan muncul,” kata Hanif.
Sanksi juga akan diberikan kepada pemerintah daerah jika terbukti menerbitkan perizinan tanpa kajian ekologis yang memadai. “Kami tidak ragu memberikan sanksi kepada pemerintah daerah bila kebijakan mereka memperburuk landscape berdasarkan kajian saintifik,” tambahnya.
Keputusan pencabutan izin ini ditujukan untuk memberikan efek jera dan mendorong kehati-hatian dalam pengelolaan lingkungan agar tragedi serupa tidak terulang.