JAKARTA – Film terbaru garapan Reza Rahadian kembali menjadi sorotan publik setelah sang sutradara memaparkan proses kreatif dan realitas sosial yang mengilhami karya berjudul ‘Pangku‘ dalam agenda Penayangan dan Bedah Film Hak Asasi Manusia (HAM) di Jakarta pada Kamis (4/12/2025).
Reza mengungkap bahwa fenomena pekerja “kopi pangku” di wilayah Indramayu menjadi pijakan utama yang mendorongnya merangkai narasi tentang hidup perempuan yang harus bertahan di tengah tekanan sosial dan ekonomi.
Ia menuturkan bahwa ‘Pangku’ ia anggap sebagai bentuk penghargaan sekaligus “surat cinta” untuk para perempuan yang terus berjuang di balik kerasnya kehidupan yang jarang terlihat oleh publik luas.
Proses riset dilakukan dengan melibatkan para pekerja secara langsung sehingga Reza dan tim menemukan potret perempuan yang berjuang memenuhi kebutuhan dasar keluarga mulai dari menyediakan makanan hingga menyokong pendidikan anak.
Reza menegaskan bahwa film ini tidak dibuat untuk memperjualbelikan penderitaan atau menghadirkan kemiskinan sebagai tontonan semata.
“Bukan tentang kemiskinannya, tapi bagaimana seorang manusia berusaha sekeras mungkin untuk bertahan hidup,” ujarnya, Kamis (4/12/2025).
Menurutnya, Pangku bukan film dokumenter, melainkan bentuk refleksi artistik dari realitas.
“Kalau dokumenter menunjukkan realitas yang ada, (film) ini merupakan refleksi, itu alasan penting kenapa film ini dibuat,” kata Reza.
Pandangan serupa disampaikan Staf Khusus Menteri HAM, Yosef Sampurna Nggarang, yang menilai bahwa sinema memiliki kekuatan besar untuk menggerakkan kesadaran masyarakat terkait isu-isu kemanusiaan.
Yosef memberi apresiasi karena film ini menghadirkan gambaran perempuan yang hidup dalam tekanan ekonomi dan ketidakadilan struktural tanpa menghilangkan sisi kemanusiaan mereka.
Ia menilai karya seni seperti Pangku mampu menumbuhkan empati publik sekaligus membuka ruang percakapan yang lebih luas mengenai hak-hak perempuan.
Menurutnya, narasi film menjadi medium strategis untuk memperkuat advokasi HAM karena mudah diakses dan dipahami masyarakat dari berbagai lapisan.
Kementerian HAM berharap pemutaran dan diskusi publik terhadap film ini dapat mendorong dialog yang lebih intensif mengenai perlindungan perempuan
“Ini menjadi protes bersama kita melalui visualisasi yang berasal dari film,” ujar Yosef.
Melalui momentum ini, Pangku diharapkan tidak hanya membuka kesadaran, tetapi juga memantik kolaborasi antara pembuat kebijakan dan berbagai pihak untuk menghadirkan regulasi yang lebih berpihak pada kelompok rentan.***