JAKARTA – Komisi II DPR RI menekan Kementerian ATR/BPN untuk memperkuat pengawasan dan membuka data seluas-luasnya guna mempercepat penanganan kasus pertanahan, terutama dalam memerangi mafia tanah. Desakan ini disampaikan Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendi, dalam Rakor Pencegahan dan Penyelesaian Tindak Pidana Pertanahan 2025. Tindak lanjut dari rakor ini diharapkan mampu memberikan solusi yang konkret dan aplikatif untuk masyarakat yang terdampak masalah pertanahan.
“Dengan teknologi dan transparansi, kita bisa memotong jalur calo-calo maupun mafia tanah. Contohnya, penggunaan sistem digital untuk melacak status kepemilikan tanah secara real-time dapat mengurangi peluang untuk terjadinya praktik ilegal. Proses penyelesaian kasus harus mengikuti langkah standar yang tertuang dalam sistem digital dan dapat diakses publik,” ujar Wakil Ketua Komisi II DPR RI saat menjadi narasumber pada Rakor yang berlangsung di Jakarta, Rabu (03/12/2025). Hal ini juga diharapkan dapat membangun kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dalam menangani isu pertanahan.
Dede Yusuf Macan Effendi menjelaskan, Komisi II DPR RI terus melakukan rapat kerja, Rapat Dengar Pendapat (RDP), Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), hingga kunjungan lapangan untuk menerima dan menyelesaikan laporan masyarakat. Ini termasuk mendengarkan langsung keluhan dari masyarakat yang berjuang untuk mendapatkan hak atas tanah mereka. Namun demikian, banyak persoalan tanah masih ditangani secara reaktif. Menurutnya, perubahan regulasi dan sistem harus dilakukan secara fundamental agar dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap penyelesaian konflik pertanahan yang ada.
Sebagai bentuk penguatan legislatif dan pengawasan, DPR mendorong sejumlah langkah strategis. Di antaranya, penyusunan kebijakan agraria yang memiliki legitimasi hukum dan politik yang kuat; membangun National Land Governance Dashboard (NLGD) yang dapat menjadi pusat informasi dan pengawasan pertanahan; ketiga, membangun sinergi politik dan teknis antara DPR, Kementerian ATR/BPN, DJKN, Polri, dan Kejaksaan untuk menciptakan sinergi dalam penanganan masalah.
Peran DPR dalam Meningkatkan Transparansi dan Pengawasan Pertanahan
Selain itu, integrasi tata ruang, aset negara, dan hukum agraria serta penguatan kapasitas Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Pertanahan juga menjadi fokus utama untuk meningkatkan efektivitas pengawasan terhadap mafia tanah.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI menegaskan bahwa koordinasi, integrasi data, dan inovasi teknologi adalah kunci memperkuat fungsi legislasi, pengawasan, dan penganggaran DPR. “Jika ingin mempercepat penyelesaian masalah tanah, kita tidak boleh berjalan sendiri-sendiri. Pertemuan seperti ini perlu rutin dilakukan agar regulasi yang lemah dapat segera diperbaiki dan diimplementasikan dengan baik di lapangan,” tuturnya. Selain itu, pentingnya pelatihan bagi para petugas di lapangan untuk memahami aplikasi teknologi yang diterapkan dalam pengawasan pertanahan juga ditekankan.
Menteri ATR/Kepala BPN, Nusron Wahid, juga menyatakan pandangan serupa. Menurutnya, dalam langkah pencegahan dan penyelesaian tindak pidana pertanahan diperlukan kolaborasi dengan aparat penegak hukum yang kuat. “Sepanjang petugas ATR/BPN-nya yang pertama proper, yang kedua kuat, yang ketiga tegas, yang keempat tidak mau diajak kongkalikong; ditambah juga APH yang kuat, APH yang tegas, dan pasalnya yang kuat juga, insyaallah ini bisa diatasi secara bersama-sama. Kerjasama ini harus terjalin dengan baik agar setiap laporan dari masyarakat dapat ditindaklanjuti secara cepat dan efektif,” ujarnya. Dalam konteks ini, pelibatan masyarakat dalam pengawasan juga sangat penting untuk mendukung upaya pemberantasan mafia tanah.
Langkah-langkah konkret yang diambil oleh DPR dan Kementerian ATR/BPN tidak hanya berkisar pada aspek hukum, tetapi juga memperhatikan kesejahteraan masyarakat. Misalnya, dalam pengembangan kebijakan agraria, DPR akan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk organisasi masyarakat sipil, untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil tidak hanya berbasis pada kepentingan elit, tetapi juga memenuhi kebutuhan masyarakat yang lebih luas. Kolaborasi ini diharapkan mampu menghasilkan kebijakan yang inklusif dan berkeadilan.
Di samping itu, edukasi kepada masyarakat mengenai hak-hak atas tanah juga sangat diperlukan. Dengan adanya pemahaman yang baik tentang regulasi pertanahan, masyarakat diharapkan dapat lebih proaktif dalam melaporkan praktik-praktik ilegal yang terjadi di lingkungan mereka. Ini adalah bagian dari upaya menciptakan masyarakat yang sadar hukum dan peduli terhadap hak-hak pertanahan.
Sementara itu, DPR juga berkomitmen untuk terus memantau implementasi kebijakan yang telah ditetapkan. Pengawasan yang ketat dan evaluasi berkala akan dilakukan untuk memastikan bahwa setiap tindakan yang diambil dapat memberikan hasil yang optimal. Dengan adanya sistem pemantauan yang baik, diharapkan mafia tanah dapat diberantas secara efektif dan masyarakat dapat dapat menikmati hak mereka atas tanah tanpa adanya gangguan.
Akhirnya, penting bagi seluruh pihak untuk bersatu dalam memberantas mafia tanah. DPR, pemerintah, dan masyarakat harus saling mendukung untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi penyelesaian masalah pertanahan. Hanya dengan kerjasama yang solid, tantangan yang ada dapat diatasi dengan baik. Dengan langkah-langkah konkret yang diambil, diharapkan cita-cita untuk menciptakan keadilan sosial dalam penguasaan tanah dapat terwujud.