Kementerian Kehutanan (Kemenhut) melalui Ditjen Gakkum kembali menyegel tiga subjek hukum yang diduga terlibat pelanggaran tata kelola hutan di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Tindakan ini dilakukan sebagai bagian dari penegakan hukum terkait aktivitas ilegal yang disebut menjadi salah satu faktor pemicu banjir bandang di wilayah tersebut. Dengan tambahan tiga entitas terbaru ini, total subjek hukum yang telah disegel mencapai 11.
Tiga PHAT yang disegel ialah PHAT-PHAT JAS, PHAT AR, dan PHAT RHS. Selain penyegelan, tim juga melakukan verifikasi lapangan terhadap sejumlah korporasi, termasuk PT TBS/PT SN serta PLTA BT/PT NSHE.
“Hingga saat ini, total subjek hukum yang disegel dan/atau diverifikasi berjumlah 11 entitas, terdiri dari empat korporasi—PT TPL, PT AR, PT TBS/PT SN, dan PLTA BT/PT NSHE—serta tujuh PHAT: JAM, AR, RHS, AR, JAS, DHP, dan M,” ujar Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni dalam keterangan tertulis, Kamis (11/12/2025).
Dugaan Illegal Logging dan Ancaman Pidana
Berdasarkan pendalaman awal, Ditjen Gakkum menduga terjadi tindak pidana pemanenan atau pemungutan hasil hutan tanpa izin sebagaimana diatur dalam Pasal 50 ayat (2) huruf c UU 41/1999 tentang Kehutanan. Para pelaku terancam hukuman hingga lima tahun penjara serta denda maksimal Rp3,5 miliar.
Tim penyidik kini tengah mengumpulkan barang bukti dan memetakan keterlibatan para pelaku, termasuk potensi kaitannya dengan bencana banjir bandang dan tanah longsor di Tapanuli Selatan. Di lokasi PHAT JAM, ditemukan barang bukti dalam jumlah besar.
“Di lokasi ditemukan kurang lebih 60 batang kayu bulat, 150 batang kayu olahan, satu excavator PC 200, satu buldozer rusak, satu truk pelangsir kayu, dua mesin belah, satu mesin ketam, dan satu mesin bor,” jelas Raja Juli.
Temuan tersebut berkaitan dengan penyidikan kasus empat truk pengangkut kayu yang sebelumnya diamankan tanpa dokumen sah (SKSHH-KB).
Penegakan Hukum Diperluas hingga TPPU
Dirjen Gakkum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, menegaskan bahwa penyidikan dilakukan bersama Satgas PKH. Ia menyatakan penegakan hukum tidak hanya menyasar pelaku lapangan, tetapi juga pihak lain yang ikut menikmati keuntungan dari aktivitas ilegal tersebut. Instrumen tindak pidana pencucian uang (TPPU) juga dipertimbangkan untuk digunakan.
“Kami akan mendalami motif serta semua pihak yang terlibat. Penegakan hukum bisa diperluas hingga ke pihak-pihak yang memperoleh manfaat dari kejahatan ini,” ujar Dwi.
Hingga 10 Desember 2025, PPNS Gakkumhut telah memanggil 12 entitas untuk klarifikasi. Enam di antaranya telah hadir, terdiri dari tiga korporasi: PT AR, PT MST, PBPH PT TN, serta tiga PHAT: A, AR, dan RHS. Sementara PT TPL dan PLTA BT/PT NSHE telah mengajukan penjadwalan ulang.
Menteri Raja Juli berharap pemerintah daerah berperan aktif mendukung penegakan hukum. “Dampak kejahatan ini sangat luar biasa—merusak ekosistem hutan dan mengancam keselamatan warga. Dukungan pemerintah daerah sangat dibutuhkan,” tegasnya.