Komisi Pemberantasan Korupsi (Komisi Pemberantasan Korupsi) terus mendalami dugaan keterlibatan mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dalam perkara korupsi pengadaan iklan di Bank BJB. Penyidik menelusuri aliran dana nonbudgeter senilai sekitar Rp200 miliar yang diduga mengalir ke sejumlah pihak, termasuk kepada RK.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan, dana nonbudgeter tersebut bersumber dari sebagian anggaran belanja iklan Bank BJB yang dialihkan dari peruntukan semestinya. Dari total anggaran iklan, sekitar 50 persen atau sekitar Rp200 miliar masuk ke dana nonbudgeter yang dikelola di Korporasi Sekretariat (Korsek) Bank BJB.
“Dana nonbudgeter ini kemudian mengalir ke sejumlah pihak. Salah satu yang saat ini ditelusuri dan diduga menerima aliran dana tersebut adalah saudara RK,” ujar Budi kepada wartawan, Rabu (17/12/2025).
Seiring pendalaman perkara, KPK telah melakukan penyitaan terhadap sejumlah aset yang diduga berkaitan dengan dana nonbudgeter tersebut. Penyitaan dilakukan baik terhadap aset atas nama Ridwan Kamil maupun aset lain yang dinilai terkait dengan perkara ini.
Ridwan Kamil sendiri telah menjalani pemeriksaan oleh KPK pada Selasa (2/12). Usai diperiksa, RK menyatakan lega dan menyebut pemeriksaan tersebut sebagai kesempatan yang telah lama ia tunggu untuk memberikan klarifikasi. Ia menegaskan komitmennya terhadap supremasi hukum serta prinsip transparansi dan akuntabilitas sebagai warga negara.
Nama RK mencuat dalam perkara ini setelah penyidik KPK menggeledah kediamannya. KPK juga telah menelusuri transaksi keuangan yang melibatkan RK dan keluarganya, termasuk pembelian mobil Mercedes-Benz yang sebelumnya dimiliki Presiden ke-3 RI B. J. Habibie. Mobil tersebut sempat disita, namun kemudian dikembalikan setelah uang cicilan pembelian diserahkan ke KPK oleh Ilham Habibie.
Dalam kasus dugaan korupsi pengadaan iklan Bank BJB ini, KPK telah menetapkan lima tersangka, yakni eks Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi, Pimpinan Divisi Corporate Secretary Widi Hartono, serta tiga pihak swasta Ikin Asikin Dulmanan, Suhendrik, dan Sophan Jaya Kusuma.
Perbuatan para tersangka diduga menimbulkan kerugian negara hingga Rp222 miliar, yang sebagian besar masuk sebagai dana untuk memenuhi kebutuhan nonbudgeter. Saat ini, para tersangka belum ditahan, namun KPK telah meminta Direktorat Jenderal Imigrasi untuk mencegah mereka bepergian ke luar negeri selama enam bulan guna kepentingan penyidikan.