Sebuah video yang memperlihatkan pegawai toko roti menolak pembayaran uang tunai dari seorang nenek viral di media sosial. Dalam narasi video tersebut, pihak gerai disebut hanya melayani transaksi non-tunai seperti QRIS, sehingga sang nenek gagal membeli roti karena tidak memiliki dan tidak memahami sistem pembayaran digital.
Dalam rekaman yang beredar luas, terlihat seorang pria memprotes kebijakan toko tersebut setelah menyaksikan langsung sang nenek tak bisa bertransaksi. Peristiwa itu pun menuai simpati warganet dan memicu perdebatan publik soal kebijakan pembayaran non-tunai yang dinilai belum sepenuhnya inklusif, terutama bagi kelompok lanjut usia.
Menanggapi viralnya video tersebut, Bank Indonesia (BI) angkat bicara. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, menegaskan bahwa menolak pembayaran menggunakan rupiah merupakan tindakan yang dilarang oleh undang-undang.
“Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang mengatur bahwa setiap orang dilarang menolak untuk menerima rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan Rupiah, serta untuk transaksi keuangan lainnya di wilayah NKRI,” ujar Denny saat dikonfirmasi detikcom, Sabtu (20/12/2025).
Ia menambahkan, pengecualian hanya berlaku apabila terdapat keraguan terhadap keaslian uang rupiah yang digunakan dalam transaksi.
Lebih lanjut, Denny menjelaskan bahwa penggunaan rupiah sebagai alat pembayaran sah dapat dilakukan baik secara tunai maupun non-tunai, sesuai dengan kenyamanan dan kesepakatan pihak-pihak yang bertransaksi.
Bank Indonesia, kata dia, memang terus mendorong adopsi pembayaran non-tunai karena dinilai lebih cepat, mudah, murah, aman, dan andal, sekaligus meminimalkan risiko peredaran uang palsu.
“Namun, dengan mempertimbangkan keragaman demografi, kondisi geografis, serta tantangan teknologi di Indonesia, uang tunai masih sangat dibutuhkan dan tetap digunakan dalam transaksi di berbagai wilayah,” pungkasnya.