Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang sedang direvisi telah menjadi perbincangan hangat di Indonesia. Beberapa poin dalam draf revisi ini telah menuai kontroversi dan kritik dari berbagai pihak :
1. Larangan Penayangan Eksklusif Jurnalistik Investigasi
Salah satu sorotan utama adalah pasal yang melarang penayangan eksklusif jurnalistik investigasi. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menyebut kalimat pelarangan ini “membingungkan” dan menganggapnya sebagai upaya “pembungkaman pers”. Pertanyaannya adalah, mengapa di bidang penyiaran tidak boleh ada investigasi?
2. Cakupan Platform Digital
Revisi RUU Penyiaran tidak hanya akan mengatur tentang penyiaran konvensional seperti televisi dan radio, tetapi juga mencakup platform digital. Ini berarti kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akan diperluas untuk mengawasi platform digital juga.
3. Ancaman terhadap Kebebasan Pers
Meskipun revisi ini awalnya diharapkan akan menciptakan keadilan bagi industri penyiaran di era media digital, kini dikhawatirkan akan mengancam kebebasan pers. Masyarakat khawatir bahwa RUU ini dapat membatasi hak-hak masyarakat dan kebebasan untuk menyampaikan pendapat dan informasi.
RUU Penyiaran Masih Dalam proses
Ketua Komisi I DPR, Meutya Hafid, menegaskan bahwa pihaknya tidak memiliki niatan untuk mengurangi peran penting pers dalam konteks kontroversi terkait draf RUU Penyiaran. Meutya mengungkapkan hasil kesepakatan dari rapat internal yang diadakan kemarin mengenai RUU Penyiaran.
“Dalam hubungannya dengan pers, tidak ada niatan atau semangat dari Komisi I DPR untuk mengurangi peran pers. Kerjasama dengan mitra Komisi I DPR, yakni Dewan Pers sejak Prof Bagir, Prof Nuh, hingga Alm Prof Azyumardi, merupakan kemitraan yang saling melengkapi dan sinergis, terutama dalam upaya melahirkan hak-hak penerbit. Komisi I DPR menyadari pentingnya kelangsungan media yang sehat,” ujar Meutya dalam keterangan tertulisnya pada Kamis (16/5/2024).
Meutya menegaskan bahwa draf RUU Penyiaran masih dalam proses yang sangat dinamis. Dia menyatakan bahwa penulisan draf tersebut belum mencapai kesempurnaan dan masih memiliki banyak penafsiran yang beragam.
“Draf RUU Penyiaran saat ini masih dalam proses yang sangat dinamis. Yang beredar saat ini adalah draf yang mungkin muncul dalam beberapa versi dan masih sangat dinamis. Sebagai draf, tentu saja penulisannya belum mencapai kesempurnaan dan cenderung dapat ditafsirkan secara beragam,” katanya.
Selain itu, Meutya juga menyinggung bahwa draf RUU Penyiaran saat ini masih berada di Badan Legislasi dan belum dibahas bersama pemerintah. Dia menegaskan bahwa DPR memberikan kesempatan luas kepada publik untuk memberikan masukan.