PT Pertamina (Persero) memaparkan strategi ambisiusnya untuk menjadi pemimpin regional dalam bisnis Penangkapan dan Penyimpanan Karbon (CCS) pada Forum Internasional & Indonesia CCS (IICCS) 2024 di Jakarta Convention Center, Senayan, pada Rabu (31/7/2024).
Aspirasi Pertamina dalam mengembangkan bisnis CCS didasarkan pada potensi penyimpanan CO2 yang besar di Indonesia, dengan kapasitas lebih dari 570 gigaton terutama di cekungan akuifer asin. Pertamina telah menyusun roadmap bisnis CCS hingga tahun 2060.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia, Luhut Binsar Pandjaitan, memberikan dukungan penuh terhadap inisiatif ini. “Peraturan Presiden nomor 14 tahun 2024 tentang kegiatan CCS menunjukkan komitmen dan keseriusan kita dalam menerapkan teknologi tersebut sebagai bagian dari inisiatif dekarbonisasi pemerintah,” ujarnya.
Luhut menambahkan bahwa pemerintah akan mendukung regulasi dan kemitraan yang kuat untuk keberhasilan implementasi CCS. “Kami memahami bahwa CCS memerlukan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, kami memimpin upaya penerapan CCS di Asia untuk mempercepat regulasi turunan yang diperlukan,” imbuhnya.
Luhut juga menekankan potensi CCS sebagai bisnis yang menjanjikan dalam waktu dekat, mengundang investasi asing untuk berpartisipasi dalam proyek-proyek di Kalimantan dan daerah lainnya. “Dengan posisi strategis Indonesia dan kapasitas penyimpanan yang luas, kami yakin inisiatif CCS ini dapat membawa Indonesia menjadi yang terdepan dalam bidang ini,” ucapnya.
Direktur Strategi, Portofolio, dan Pengembangan Usaha Pertamina, A. Salyadi Saputra, mengatakan teknologi CCS sangat penting untuk mengurangi emisi di tengah tantangan Indonesia sebagai penghasil gas rumah kaca. “Pertamina percaya bahwa melalui teknologi CCS, Indonesia dapat mencapai target NZE pada 2060 dan menjadi pemimpin dalam transisi energi di kawasan Asia,” ujarnya.
Pertamina telah menyiapkan roadmap pengembangan CCS dalam tiga tahap. Tahap pertama (hingga 2030) melibatkan pembangunan kemampuan domestik melalui studi teknis dan kolaborasi dengan pemangku kepentingan. Tahap kedua (2030-2040) akan meningkatkan kapasitas dan mengembangkan klaster CCS untuk mendekarbonisasi operasi domestik dan lintas batas. Tahap ketiga (2040-2060) bertujuan menjadikan Pertamina pemimpin regional dalam CCS, dengan mengintegrasikan hub CCS dan memperluas infrastruktur transportasi CO2.
“Kita harus menyeimbangkan peningkatan akses terhadap energi yang terjangkau dan melimpah dengan pengurangan dampak lingkungan. Ini adalah tantangan yang harus kita hadapi bersama,” imbuh Salyadi.
Saat ini, Pertamina tengah mengembangkan 11 proyek CCS dengan target kapasitas penyimpanan CO2 sebesar 7,3 gigaton dan tingkat injeksi sekitar 7 juta ton CO2 per tahun pada tahun 2030. Proyek-proyek ini termasuk kolaborasi dengan ExxonMobil di Cekungan Asri serta pengembangan hub CCS di Kalimantan Timur dan Sulawesi Tengah.
“Dengan dukungan dari semua pihak, Pertamina siap mengambil peran strategis dalam perjalanan menuju masa depan energi yang lebih hijau dan berkelanjutan,” tandas Salyadi.
Vice Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, menambahkan bahwa CCS/CCUS merupakan salah satu program Pertamina dalam menurunkan emisi, memicu Pertamina untuk terus mengembangkan teknologi tepat di industri hulu migas. “Program CCS adalah bagian dari strategi bisnis Pertamina untuk memperkuat dekarbonisasi dari bisnis eksisting. Sebagai perusahaan berkelanjutan, partisipasi aktif Pertamina dalam penurunan emisi diharapkan berkontribusi untuk tercapainya target net zero emission 2060,” jelas Fadjar.
Sebagai pemimpin di bidang transisi energi, Pertamina berkomitmen mendukung target Net Zero Emission 2060 dengan terus mendorong program-program yang berdampak langsung pada capaian Sustainable Development Goals (SDGs). Seluruh upaya tersebut sejalan dengan penerapan Environmental, Social & Governance (ESG) di seluruh lini bisnis dan operasi Pertamina.