JAKARTA – Kebijakan pengangkatan serentak Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) menuai polemik.
Keputusan tersebut ditetapkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB).
Sejumlah calon ASN yang telah dinyatakan lulus seleksi akhir mengeluhkan penundaan pengangkatan yang dianggap tidak sesuai dengan jadwal awal.
Sesuai dengan Surat Edaran (SE) Kemenpan-RB Nomor B/1043/M.SM.01.00/2025, pengangkatan CPNS dijadwalkan pada 1 Oktober 2025.
Sedangkan pengangkatan PPPK Tahap I dijadwalkan pada 1 Maret 2026. Kebijakan ini disebut sebagai upaya penataan dan percepatan pengangkatan ASN secara nasional.
Namun, keputusan tersebut justru menimbulkan ketidakpastian bagi mereka yang telah menyelesaikan seluruh tahapan seleksi dan administrasi.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Zulfikar Arse Sadikin, menegaskan bahwa pengangkatan CPNS dan PPPK tidak perlu dilakukan secara serentak.
Menurutnya, tenggat waktu yang ditetapkan oleh pemerintah seharusnya menjadi batas akhir penyelesaian, bukan menjadi alasan untuk menunda pengangkatan bagi instansi yang telah siap.
Harus Sesuai Kesiapan Instansi
Zulfikar menilai bahwa kebijakan serentak ini justru dapat memperlambat proses pengangkatan ASN.
Jika suatu instansi telah menyelesaikan seluruh administrasi, termasuk usulan Nomor Induk Pegawai (NIP) dan pengisian Daftar Riwayat Hidup (DRH), maka seharusnya pengangkatan bisa segera dilakukan tanpa menunggu jadwal nasional.
“Dengan seperti ini, saya bilang, kalau memang proses yang sudah ada ini berjalan dan sudah hampir selesai, karena tinggal mendapatkan NIP, pengisian DRH-nya sudah, pengusulan NIP-nya sudah, kalau memang itu sudah tuntas, segera di-SK-kan saja.”
“Pengangkatan mereka tidak perlu menunggu Oktober 2025 atau Maret 2026,” tegas Zulfikar dikutip Parlementaria, Sabtu (08/03/2025).
Ia juga menekankan bahwa tujuan utama dari kebijakan ini seharusnya adalah percepatan, bukan justru menjadi penghambat bagi calon ASN yang telah memenuhi persyaratan.
“Kalau kita ikuti rapat dari awal, sebenarnya skenario Kemenpan-RB dan BKN itu tuntas di akhir 2026. Makanya, kita ingin mempercepat,” tambahnya.
Pertimbangkan Aspirasi ASN
Komisi II DPR RI berharap Kemenpan-RB segera merevisi SE tersebut agar pengangkatan ASN dapat dilakukan sesuai kesiapan instansi.
Menurut Zulfikar, jika suatu instansi telah melengkapi semua persyaratan administratif, tidak ada alasan untuk menunda pengangkatan hingga batas waktu yang telah ditetapkan.
Zulfikar juga memahami kekhawatiran para calon ASN yang merasa adanya penundaan dalam pengangkatan mereka.
Padahal, sejak awal mereka telah mendapatkan informasi bahwa proses seleksi akan berjalan sesuai jadwal.
“Setiap proses tahapan seleksi dari awal sudah diumumkan. Sehingga, ketika ada kesimpulan rapat seperti ini, mereka mempertanyakan kenapa ditunda,” ungkapnya.
Selain itu, evaluasi yang dilakukan Kemenpan-RB juga menemukan bahwa beberapa instansi mengalami kendala dalam penyelesaian formasi, termasuk tidak optimalnya usulan formasi dan ketidaksesuaian antara unit kerja dengan kualifikasi pelamar.
Namun, Zulfikar menegaskan bahwa bagi instansi yang sudah siap, pengangkatan seharusnya tidak ditunda lebih lama.
“Jika memang sudah semua, ya sudah di-SK-kan segera saja. Tidak perlu menunggu tahap duanya selesai atau Maret 2026,” tegasnya.
DPR berharap pemerintah dapat mempertimbangkan aspirasi para calon ASN serta instansi yang telah siap melakukan pengangkatan.
“Semangat kita adalah mempercepat, bukan menunda. Mudah-mudahan pemerintah bisa mendengar aspirasi ini dan mengubah kebijakan,” pungkas Zulfikar.
Dengan adanya desakan dari DPR, diharapkan Kemenpan-RB dapat meninjau kembali kebijakan pengangkatan serentak CPNS dan PPPK.
Perubahan ini bertujuan untuk memberikan kepastian kepada calon ASN yang telah lulus seleksi serta mempercepat proses administrasi di instansi yang sudah siap.
Jika revisi SE dilakukan, maka pengangkatan ASN dapat berjalan lebih fleksibel dan tidak bergantung pada jadwal serentak yang berpotensi menimbulkan keterlambatan.***