JAKARTA – Kebijakan imigrasi ketat yang diterapkan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali menjadi sorotan. Kali ini, nasib 20 Warga Negara Indonesia (WNI) di AS terkena imbas, dengan 5 di antaranya telah dideportasi. Peristiwa ini mencuat setelah Kementerian Luar Negeri RI mengonfirmasi dampak signifikan dari regulasi imigrasi AS terhadap diaspora Indonesia. Apa yang sebenarnya terjadi, dan bagaimana nasib WNI lainnya?
Kebijakan Imigrasi Trump: Ancaman bagi Diaspora Indonesia
Pemerintahan Trump dikenal dengan pendekatan keras terhadap imigrasi, termasuk pengetatan aturan visa dan deportasi bagi mereka yang dianggap melanggar status keimigrasian. Menurut laporan, sebanyak 4.276 WNI masuk dalam daftar *final order removal* karena masalah dokumen imigrasi, seperti penggunaan visa turis untuk tinggal jangka panjang atau dokumen suaka politik yang dianggap tidak sah.
Salah satu kasus yang mencuri perhatian adalah deportasi seorang mahasiswa WNI berinisial SM dari University of San Francisco. Orang tua SM, RM, menyatakan anaknya memiliki dokumen lengkap dan tabungan yang cukup untuk tinggal di San Francisco. Namun, ia tetap dideportasi.
“Setahu saya itu orang katanya sudah sempat daftar buat apply pergantian status imigrasi, tapi ditolak,” ujar seorang sumber yang akrab disapa Nando.
Mahasiswa Indonesia Jadi Korban
Kasus lain yang mengguncang adalah penahanan Aditya Wahyu Harsono (33), seorang mahasiswa Indonesia di Minnesota. Aditya, yang juga ayah dari bayi berkebutuhan khusus, ditangkap oleh Badan Penegakan Imigrasi dan Bea Cukai AS (ICE) di tempat kerjanya setelah visa pelajarnya dicabut secara sepihak.
“Istrinya dalam keadaan syok dan kelelahan,” kata Sarah Gad, pengacara Aditya. “Departemen Keamanan Dalam Negeri telah menjadikan sistem imigrasi sebagai senjata untuk melayani tujuan yang sama sekali berbeda, yaitu untuk menanamkan rasa takut,” lanjutnya.
Respons Pemerintah Indonesia
Pemerintah Indonesia, melalui Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, bergerak cepat. Dalam pertemuan dengan Duta Besar AS, Yusril menegaskan komitmen untuk melindungi hak WNI yang terancam deportasi.
“Kami menghargai privasi mereka yang dipulangkan, dan kasus mereka tidak akan dibahas atau disebarluaskan ke media,” ujar perwakilan AS, menunjukkan pendekatan diplomatik dalam menangani isu sensitif ini.
Namun, Direktur Perlindungan WNI Kemenlu, Judha Nugraha, mengakui tantangan besar yang dihadapi. Dari ribuan WNI yang terdeteksi bermasalah, dua di antaranya telah ditahan, termasuk seorang WNI berinisial BK di New York yang ditangkap pada Januari 2025.
Ketidakpastian bagi WNI di AS
Deportasi ini bukan hanya angka, tetapi juga kisah nyata yang menyisakan trauma dan ketidakpastian. Banyak WNI yang merasa cemas, terutama mereka yang berstatus pelajar atau pekerja sementara.
Pengamat hubungan internasional, Hikmahanto Juwana, menyarankan pemerintah Indonesia menyiapkan akomodasi bagi WNI yang dideportasi, termasuk bantuan reintegrasi di tanah air.
Media sosial, khususnya platform X, juga ramai membahas isu ini. Sebuah unggahan menyebutkan, “Sejumlah WNI di Amerika Serikat terdampak kebijakan imigrasi yang diterapkan Presiden Donald Trump. Bahkan sudah ada WNI yang dideportasi oleh imigrasi AS.” Sentimen ini mencerminkan kekhawatiran komunitas Indonesia di luar negeri.
Perlindungan WNI di Tengah Kebijakan Ketat
Kebijakan imigrasi Trump tidak hanya berdampak pada WNI, tetapi juga jutaan imigran lain di AS. Indonesia kini berada di persimpangan untuk memperkuat diplomasi dan perlindungan bagi warganya. Dengan meningkatnya ketegangan global terkait imigrasi, pemerintah perlu memastikan bahwa hak-hak WNI tetap terjaga, baik di dalam maupun luar negeri.
Bagi Anda yang memiliki keluarga atau kenalan di AS, penting untuk memastikan dokumen keimigrasian selalu sesuai dengan regulasi. Kisah ini menjadi pengingat bahwa di balik kebijakan politik, ada kehidupan manusia yang terdampak.