JATENG – Seorang pewarta photo diduga menjadi korban kekerasan saat melakukan peliputan arus mudik yang dihadiri Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Pelaku kekerasan terhadap wartawan diduga ajudan Kapolri Listyo Sigit Prabowo.
Dalam kegiatan tersebut, para jurnalis yang hadir termasuk fotografer dari berbagai media, tengah mengabadikan momen saat Kapolri menyapa seorang penumpang berkursi roda. Namun, suasana berubah panas ketika salah satu ajudan Kapolri diduga melakukan tindak kekerasan terhadap pewarta.
Menurut keterangan resmi Pewarta Foto Indonesia (PFI) Semarang dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Semarang, insiden bermula ketika ajudan meminta jurnalis dan petugas humas untuk mundur. Sayangnya, cara yang digunakan dinilai kasar dan intimidatif.
“Namun, salah satu ajudan tersebut kemudian meminta para jurnalis dan humas mundur dengan cara mendorong dengan cukup kasar,” ujar Ketua PFI Semarang, Dhana Kencana, bersama Ketua Divisi Advokasi AJI Semarang, Daffy Yusuf, dalam keterangan tertulis yang dikutip Minggu (6/4).
Seorang pewarta foto dari Kantor Berita Antara, Makna Zaezar, bahkan menjadi korban pemukulan. Saat ia menjauh ke arah peron, ajudan tersebut menghampirinya dan memukul bagian kepalanya. Lebih parahnya, ajudan itu juga mengeluarkan ancaman kepada jurnalis lain.
“Kalian pers, saya tempeleng satu-satu,” ujar ajudan tersebut seperti yang disampaikan dalam pernyataan PFI dan AJI.
Bukan hanya Makna, beberapa jurnalis lainnya juga mengalami tindakan kekerasan fisik berupa dorongan dan bahkan cekikan. Peristiwa ini memicu trauma dan ketakutan di kalangan awak media, serta menimbulkan kekhawatiran akan keselamatan ruang kerja jurnalistik.
PFI dan AJI Semarang menyatakan bahwa aksi tersebut merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Pers, tepatnya Pasal 18 ayat (1) UU No. 40 Tahun 1999. Kekerasan terhadap jurnalis bukan hanya mengancam keselamatan individu, tetapi juga melemahkan prinsip kebebasan pers dalam sistem demokrasi.
Tuntutan dan Sikap Tegas PFI dan AJI Semarang:
- Mengecam keras segala bentuk kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis di lapangan.
- Mendesak pelaku untuk menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada korban.
- Menuntut Polri menjatuhkan sanksi kepada oknum ajudan yang terlibat dalam insiden kekerasan.
- Meminta institusi Polri agar mengevaluasi dan memperbaiki sikap anggotanya dalam menghadapi kerja-kerja jurnalistik.
- Mengajak media, organisasi pers, dan masyarakat sipil untuk turut mengawal jalannya proses hukum atas kasus ini.
Hingga kini, identitas ajudan pelaku kekerasan belum diungkap secara resmi, namun aksi tersebut telah terekam dalam video dan menyebar luas di media sosial




