JENEWA, SWISS – Amerika Serikat (AS) dan China sepakat untuk memangkas tarif impor sementara selama 90 hari. Kesepakatan ini meredakan ketegangan perdagangan yang telah mengguncang pasar global, memberikan harapan baru bagi stabilitas ekonomi dunia yang sempat terhantam ketidakpastian akibat perang dagang berkepanjangan.
Berdasarkan kesepakatan tersebut, AS akan memangkas tarif impor barang dari China dari 145% menjadi 30% untuk tiga bulan ke depan.
Sementara itu, China sepakat menurunkan tarif untuk barang impor dari AS dari 125% menjadi 10%. Langkah ini diharapkan dapat membuka jalan bagi negosiasi lebih lanjut untuk menyelesaikan isu struktural dalam hubungan dagang kedua negara.
Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, mengungkapkan kesepakatan ini kepada media di Jenewa. “Kedua belah pihak sepakat menurunkan tarif yang berlaku sejak 2 April menjadi 10 persen selama 90 hari. Sambil itu, negosiasi untuk isu-isu struktural akan tetap berjalan,” ujarnya
Dampak pada Pasar Emas dan Ekonomi Global
Pemangkasan tarif ini langsung mempengaruhi pasar komoditas, terutama emas. Harga emas dunia anjlok 3% ke level terendah dalam seminggu pada Senin (12/5/2025), mencapai 3.224,34 dolar AS per ons di pasar spot.
Sementara itu, harga emas berjangka di Comex New York Exchange turun 3,5% menjadi 3.228,10 dolar AS per ons. Penurunan ini dipicu oleh berkurangnya ketegangan dagang, yang mengurangi permintaan terhadap emas sebagai aset safe haven.
“Menurunnya ketegangan antara China dan AS, dengan pengurangan tarif selama 90 hari, mengurangi permintaan terhadap aset safe haven seperti emas,” kata analis UBS, Giovanni Staunovo, dikutip dari Reuters.
Langkah Strategis atau Sementara?
Kesepakatan ini dipandang sebagai langkah strategis untuk meredakan ketegangan yang telah mengguncang pasar global. Sebelumnya, perang tarif yang dimulai dengan kenaikan tarif AS hingga 145% untuk produk China dan balasan China dengan tarif 125% telah memicu kekhawatiran akan resesi global.
Dengan pemangkasan tarif ini, kedua negara tampaknya ingin menciptakan ruang untuk dialog yang lebih konstruktif.
Namun, banyak pihak mempertanyakan apakah kesepakatan ini hanya solusi jangka pendek. Direktur Jenderal Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Ngozi Okonjo-Iweala, menyebutnya sebagai “langkah maju yang signifikan” sambil mendesak kedua negara untuk memanfaatkan momentum ini. Selain itu, AS dan China juga sepakat untuk membentuk mekanisme konsultasi ekonomi dan perdagangan guna menjaga komunikasi tetap terbuka.
Dampak untuk Indonesia
Bagi Indonesia, kesepakatan ini bisa menjadi sinyal positif untuk stabilitas perdagangan global. Sebagai negara yang bergantung pada ekspor, Indonesia diuntungkan dengan meredanya ketegangan dagang yang dapat mempengaruhi harga komoditas dan rantai pasok global.
Namun, pelaku pasar di Indonesia tetap perlu waspada terhadap fluktuasi harga komoditas seperti emas, yang dapat mempengaruhi investasi domestik.
Dengan waktu 90 hari ke depan sebagai masa uji coba, dunia kini menanti apakah AS dan China mampu mencapai kesepakatan jangka panjang. Pasar saham global, termasuk di China dan AS, menunjukkan respons positif dengan kenaikan indeks saham pada Senin (12/5/2025). Investor kini berharap langkah ini bukan sekadar gencatan senjata, melainkan awal dari perdamaian dagang yang lebih stabil.