KUALA LUMPUR, MALAYSIA – Amerika Serikat resmi menurunkan tarif impor untuk barang asal Malaysia dari 25 persen menjadi 19 persen, sebuah langkah yang diyakini akan mengguncang peta perdagangan di kawasan Asia Tenggara.
Kebijakan ini ditetapkan melalui perintah eksekutif Presiden AS Donald Trump pada 31 Juli 2025, dan akan berlaku mulai 7 Agustus 2025 untuk barang konsumsi yang masuk ke pasar AS, kecuali pengiriman yang sudah dalam perjalanan.
Dilansir dari The Star, penurunan tarif ini merupakan bagian dari amandemen Executive Order 14257 yang merevisi tarif ad valorem untuk sejumlah mitra dagang utama AS, termasuk negara-negara ASEAN.
Selain Malaysia, tarif 19 persen juga diterapkan untuk Thailand, Indonesia, Filipina, dan Kamboja, menempatkan mereka dalam posisi kompetitif di pasar global.
“Langkah ini diperkirakan akan memengaruhi dinamika perdagangan antara Amerika Serikat dan kawasan Asia Tenggara, terutama dalam sektor manufaktur dan ekspor barang konsumsi,” tulis The Star.
Menteri Investasi, Perdagangan, dan Industri Malaysia, Tengku Zafrul Aziz, menyambut baik kebijakan ini. Pekan lalu, ia menegaskan bahwa Malaysia menargetkan tarif ekspor ke AS serendah mungkin, sekaligus membantah laporan Bloomberg yang menyebut target tarif 20 persen.
“Kami terus berupaya memperkuat posisi Malaysia di pasar AS, dan penurunan tarif ini menjadi peluang strategis untuk meningkatkan ekspor, khususnya produk manufaktur dan elektronik,” ujar Zafrul.
Kebijakan ini diprediksi akan meningkatkan daya saing produk Malaysia, seperti semikonduktor dan barang elektronik, yang menyumbang porsi besar ekspor ke AS.
Data dari Kementerian Investasi, Perdagangan, dan Industri Malaysia menunjukkan ekspor ke AS pada Agustus 2024 mencapai rekor 129,16 miliar ringgit, didorong oleh permintaan tinggi untuk produk kelistrikan dan elektronik.
Penurunan tarif ini diharapkan memperkuat tren positif tersebut, sekaligus mendorong investasi asing ke Malaysia.
Namun, para analis memperingatkan bahwa perubahan tarif ini juga dapat memicu persaingan ketat antarnegara ASEAN, terutama dengan Indonesia dan Thailand yang mendapatkan tarif serupa.
“Malaysia harus memanfaatkan momentum ini dengan meningkatkan efisiensi produksi dan diversifikasi produk ekspor agar tetap unggul,” kata Dr. Ahmad Zainal, ekonom dari Universitas Malaya.
Langkah AS ini juga mencerminkan strategi perdagangan yang lebih luas di bawah administrasi Trump untuk menyeimbangkan defisit perdagangan dengan mitra dagang utama.
Dengan tarif yang lebih rendah, Malaysia kini memiliki peluang untuk memperluas pangsa pasarnya di AS, namun tantangan seperti biaya logistik dan fluktuasi permintaan global tetap perlu diwaspadai.




