JAKARTA – Badan Gizi Nasional (BGN) resmi mengembalikan dana sebesar Rp70 triliun kepada Presiden Prabowo Subianto karena tidak terserap penuh pada tahun anggaran 2025. Keputusan ini diambil di tengah upaya masif pemerintah merealisasikan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menargetkan 82,9 juta penerima manfaat di seluruh Indonesia.
Meski demikian, Kementerian Keuangan optimistis dengan peningkatan anggaran hingga Rp335 triliun untuk tahun 2026, menjadikan BGN sebagai lembaga dengan alokasi terbesar di kabinet.
Pengembalian anggaran ini mencerminkan tantangan implementasi program ambisius MBG, yang dirancang untuk meningkatkan gizi anak sekolah dan balita. Dari total alokasi Rp71 triliun ditambah dana cadangan Rp100 triliun, BGN hanya mampu menyerap Rp99 triliun hingga akhir tahun.
Sisanya, Rp70 triliun, dikembalikan karena dinilai berpotensi tidak terpakai, sebagaimana diungkapkan Kepala BGN, Dadan Hindayana, dalam keterangan resminya.
“Tahun ini BGN menerima alokasi anggaran sebesar Rp71 triliun, ditambah dana standby Rp100 triliun. Dari total tersebut, Rp99 triliun berhasil terserap, sementara Rp70 triliun dikembalikan kepada Presiden Republik Indonesia karena kemungkinan tidak terserap di tahun ini,” ujar Dadan dalam keterangan tertulis.
Hingga awal Oktober 2025, realisasi MBG baru mencapai 31,2 juta penerima manfaat, atau sekitar 37 persen dari target tahunan.
Penyerapan anggaran pun masih rendah, yakni di angka Rp20,6 triliun, setara 29 persen dari pagu Rp71 triliun. Program ini telah menyebar ke berbagai wilayah, termasuk 6,6 juta penerima di Sumatera, serta di Jawa, Kalimantan, dan pulau-pulau lainnya.
Dadan menekankan skala kebutuhan harian program ini, yang menuntut pengeluaran Rp1,2 triliun setiap hari—jumlah yang setara dengan anggaran tahunan kementerian lain.
“Dengan jumlah penerima manfaat sebanyak 82,9 juta orang, setiap hari kita akan menyalurkan dana sekitar Rp1,2 triliun. Bagi kementerian lain, angka itu mungkin setara dengan anggaran satu tahun penuh, tetapi bagi kami di Badan Gizi Nasional, itu adalah kebutuhan satu hari,” tambah Dadan.
Menyikapi pengembalian dana, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menjelaskan bahwa Rp70 triliun tersebut berasal dari dana cadangan yang belum sepenuhnya dialokasikan.
“Yang saya tahu, dia balikin Rp100 triliun dari anggaran yang dia sempat minta, tapi itu belum dianggarkan betul. Jadi sebetulnya uangnya belum ada. Dari anggaran yang dia minta dulu, yang belum kita alokasikan, jadi uangnya nggak ada,” kata Purbaya saat ditemui di Gedung Kemenkeu, Jakarta Pusat.
Purbaya menegaskan bahwa fokus utama adalah memaksimalkan penyerapan Rp71 triliun yang sudah dianggarkan. Ia berencana memantau perkembangannya hingga akhir Oktober untuk mendorong efisiensi lebih lanjut.
“Justru yang kita lihat itu yang disebut tadi, yang Rp71 triliun. Bukan yang dibalikin ya. Itu yang dianggarkan, ya, berapa yang diserap sampai akhir tahun, kita lihat seperti apa. Kan programnya bagus, harusnya kita dorong supaya lebih bagus penyerapannya. Ini kan Oktober, akan saya lihat sampai akhir Oktober,” jelasnya.
Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyoroti progres geografis program MBG. “Nah, kalau kita lihat sebarannya sudah berlangsung di seluruh Indonesia—Sumatera dengan 6,6 juta penerima, Jawa, Kalimantan, dan seterusnya,” imbuhnya.
Langkah strategis pemerintah untuk tahun depan menunjukkan komitmen kuat terhadap MBG. Alokasi anggaran BGN melonjak menjadi Rp268 triliun, ditambah cadangan Rp67 triliun, sehingga total dukungan APBN mencapai Rp335 triliun.
Peningkatan ini tidak hanya memperkuat jangkauan program, tetapi juga menjadikan BGN sebagai prioritas utama dalam pengeluaran negara, di tengah target penurunan stunting dan peningkatan kualitas SDM.




