JAKARTA – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) merilis daftar terbaru kota-kota dengan kualitas udara paling memprihatinkan di Indonesia sebagai peringatan atas memburuknya kondisi atmosfer perkotaan.
Dalam penjelasannya di Tangerang, Kepala BMKG Teuku Faisal Fathani menyebutkan bahwa beberapa wilayah metropolitan kini berada pada level kualitas udara yang dinilai tidak memenuhi standar kesehatan yang berlaku.
“Kami sangat aktif dalam memantau kualitas udara, Kualitas udara, karena udara buruk itu yang udaranya masih di bawah standar ada di DKI Jakarta, di daerah Depok, Tanggerang, Tanggerang Selatan, Surabaya, dan di Bandung,” ujar Faisal, Selasa (25/11/2025).
Faisal menegaskan bahwa kondisi tersebut membutuhkan upaya mitigasi, termasuk kemungkinan penyemaian hujan atau intervensi atmosfer lain untuk membantu memperbaiki kualitas udara di kawasan yang terdampak.
Ia menambahkan bahwa BMKG berkomitmen mendukung agenda Kementerian Lingkungan Hidup untuk menghadirkan data meteorologi, klimatologi, dan geofisika yang lebih terintegrasi demi meningkatkan layanan publik.
“Secara umum kami akan mendukung agenda dari Kementerian Lingkungan Hidup melalui kerja sama ini, agar interoperabilitas dari layanan kami untuk informasi meteorologi, klimatologi, dan geofisika dapat dimanfaatkan oleh masyarakat,” ucapnya.
Di sisi lain, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq kembali mendesak pemerintah daerah untuk menyelesaikan Perencanaan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPPLH) paling lambat pada 2026.
“Kita mempunyai target seluruh provinsi wajib selesai PPPLH-nya di tahun 2026, dokumen ini menjadi dokumen payung dan sangat penting bagi rujukan semua perencanaan pembangunan nasional di level subnasional bahkan di distrik atau dikawasan kota,” ujar Hanif, Selasa (25/11/2025).
Hanif menjelaskan bahwa dokumen PPPLH akan menjadi fondasi utama bagi setiap pengajuan persetujuan lingkungan serta menjadi rujukan dalam penentuan daya dukung dan daya tampung lingkungan di seluruh wilayah.
“Syaratnya yang telah mendapat arahan parsial dari Kepala BIG (Badan Informasi Geospasial, Red), Data itulah kemudian teman-teman saya yang menjadi rujukan semua kabupaten/kota dan provinsi dalam menerbitkan perencanaan tata lingkungannya,” ucap Hanif.
Ia menegaskan bahwa tanpa dokumen perencanaan lingkungan yang lengkap, maka pembangunan tidak memiliki kerangka dan landasan yang kuat secara hukum maupun teknis.
“Sehingga kami memberikan waktu kepada kabupaten/kota dan provinsi untuk menyelesaikan dokumen perencanaannya dalam tahun 2026, setelah 2026 bila mana itu belum tersusun maka semua perencanaan persetujuan lingkungannya akan ditarik di Jakarta,” kata dia.
Hanif menutup bahwa pemerintah pusat tidak segan mengambil alih proses penelaahan dokumen lingkungan apabila daerah tidak memenuhi kewajiban penyusunan sesuai batas waktu.
“Jadi, sepanjang itu tidak dipenuhi maka dokumen lingkungannya tidak diperkenankan untuk dibahas di daerah, kita akan tarik paling tidak di provinsi, bila mana provinsi belum siap kita akan tarik di Jakarta,” ucapnya.***