PALU – Siswa SMKN 2 Kota Palu, Alya Anggraini menjadi sorotan setelah di keluarkan dari sekolahnya. Alya yang juga Ketua OSIS di keluarkan lantaran berani mengungkap dugaan pungli di sekolahnya.
Alya memimpin bersama teman-temannya melakukan aksi unjuk rasa menentang pungutan biaya kursus Bahasa Inggris yang dibebankan oleh pihak sekolah senilai Rp250 ribu.
Dari Ketua OSIS Menjadi Siswa yang Dikeluarkan
Kisah ini bermula pada 24 Oktober 2024, ketika puluhan siswa SMKN 2 Palu melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Sulteng untuk menyuarakan keberatan atas pungutan biaya tersebut. Aksi tersebut memicu ketegangan, terutama bagi Alya Anggraini yang kala itu menjabat sebagai Ketua OSIS.
Sebelum dikeluarkan, Alya sempat dipanggil oleh pihak sekolah pada bulan September 2024 bersama pengurus OSIS untuk meminta maaf atas keterlibatannya dalam aksi tersebut.
Namun, masalah terus berlanjut. Pada 8 Januari 2025, ia dipanggil kembali untuk menghadiri rapat konsolidasi yang dihadiri oleh Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Pembina OSIS, serta pengurus OSIS lainnya. Dalam rapat tersebut, pihak sekolah memutuskan untuk mencabut surat keputusan kepengurusan Alya sebagai Ketua OSIS dengan alasan adanya dugaan pelanggaran berat yang meliputi aksi demonstrasi, fitnah, pencemaran nama baik sekolah, serta memprovokasi ketua OSIS dari sekolah-sekolah lain di Palu.
Pada 14 Januari 2025, orang tua Alya dipanggil untuk menghadiri mediasi. Namun, Alya mengungkapkan bahwa pertemuan tersebut lebih terasa seperti tekanan untuk meminta maaf, bukan mediasi yang adil. Setelah pertemuan itu, Alya mendapatkan kabar bahwa dirinya resmi dikeluarkan dari sekolah.
Tindakan Berani Alya Melapor ke Dinas Pendidikan
Setelah mendapati dirinya dikeluarkan, Alya tidak tinggal diam. Ia segera melapor ke Dinas Pendidikan Sulteng, membawa bukti rekaman yang mengungkapkan intimidasi dan tekanan untuk meminta maaf yang diterimanya dari pihak sekolah. Pada rapat klarifikasi yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan, pihak sekolah menyatakan bahwa Alya sendiri yang meminta dipindahkan.
Namun, Dinas Pendidikan memutuskan untuk menangguhkan pemecatan tersebut dan menyarankan Alya tetap bersekolah di SMKN 2 Palu. “Dinas Pendidikan akhirnya memutuskan saya tetap bersekolah seperti biasa,” ungkap Alya pada 22 Januari 2025. Keberanian Alya untuk melapor akhirnya membuahkan hasil.
Pejelasan Sekolah
Pada 20 Januari 2025, Kepala SMKN 2 Palu, Loddy Surentu, mengklarifikasi bahwa Alya tidak dikeluarkan dari sekolah, melainkan hanya dinonaktifkan dari jabatan Ketua OSIS. “Statusnya sebagai Ketua OSIS dinonaktifkan karena pertimbangan yang tidak bisa dihindari,” jelas Loddy. Meskipun demikian, ketegangan yang terjadi di antara pihak sekolah dan Alya menunjukkan adanya konflik yang lebih besar, yakni dugaan pungutan liar yang membebani siswa.
Isu Pungli yang Membayangi Dunia Pendidikan
Kasus ini memperlihatkan bagaimana keberanian seorang siswa untuk menyuarakan ketidakadilan bisa berujung pada pemecatan dan tekanan dari pihak sekolah. Isu pungutan liar yang mengemuka menambah kontroversi, dan kini masyarakat menantikan penyelesaian yang adil bagi Alya dan siswa lainnya yang mungkin menghadapi masalah serupa.