JAKARTA – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana mewajibkan seluruh pasar tradisional di ibu kota menggunakan sistem pembayaran non-tunai berbasis Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) mulai tahun depan. Langkah ini diharapkan tidak hanya memperlancar transaksi sehari-hari, tapi juga meminimalkan kejahatan seperti pencopetan dan premanisme yang sering meresahkan pedagang dan pembeli
Pengumuman ini disampaikan langsung oleh Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, saat membuka Jakarta Economic Forum (JEF) 2025 di Gelora Bung Karno, Jakarta, pada Sabtu 25 Oktober. Menurut Pramono, inisiatif ini merupakan kelanjutan dari program digitalisasi yang telah berjalan di sebagian pasar tradisional, dengan target penuh implementasi pada 2026.
“Kalau di Jakarta iya, akan diperluas ke seluruh pasar yang ada. Sekarang ini semua pasar sudah memiliki kerja sama dengan bank binaannya,” kata Pramono.
Kolaborasi antara Pemprov DKI Jakarta, Bank Indonesia (BI), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi pondasi utama program ini. Setiap pasar tradisional di Jakarta kini telah terhubung dengan bank mitra masing-masing, memastikan infrastruktur pembayaran digital siap diterapkan secara luas. Sejak diperkenalkan secara bertahap, transaksi QRIS di pasar-pasar tersebut sudah menunjukkan peningkatan signifikan, dengan respons positif dari para pedagang yang merasakan kemudahan akses.
Manfaat QRIS, Lebih Aman dan Efisien untuk Ekonomi Lokal
Adopsi QRIS di pasar tradisional bukan sekadar tren digital, melainkan strategi jitu untuk membangun ekosistem ekonomi yang lebih inklusif dan aman. Selain mempercepat proses pembayaran tanpa uang tunai, sistem ini terbukti efektif menekan aktivitas kriminal yang kerap mengganggu aktivitas jual-beli.
Pramono menekankan dampak positifnya terhadap keamanan. “Begitu masyarakat di pasar menggunakan QRIS, premannya akan berkurang signifikan, copetnya juga berkurang signifikan. Kalau dia curi QRIS-nya, nggak bisa dipakai buat belanja,” ujarnya.
Data awal dari implementasi parsial menunjukkan lonjakan transaksi digital yang signifikan di pasar-pasar yang telah terlibat. Pedagang kini bisa menerima pembayaran dari berbagai bank hanya dengan satu kode QR, mengurangi ketergantungan pada uang kertas yang rawan hilang atau rusak. Bagi pembeli, terutama generasi muda yang terbiasa dengan dompet digital, QRIS menawarkan kenyamanan scan-and-pay yang cepat, mendukung gerakan cashless society di tengah kota metropolitan seperti Jakarta.
Untuk memperkaya program ini, Pemprov DKI juga mengusulkan kompetisi digitalisasi antar-bank, di mana BI dan OJK bertindak sebagai juri. Inisiatif tersebut diharapkan mendorong inovasi lebih lanjut, seperti integrasi dengan layanan keuangan inklusif untuk UMKM.
Dukungan Penuh dari BI: Follow Up Segera untuk Perluasan
Rencana ini mendapat sambutan hangat dari pihak regulator. Kepala Kantor Perwakilan BI DKI Jakarta, Iwan Setiawan, menyatakan komitmen penuh untuk merealisasikannya melalui Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (TP2DD).
“Ini ide luar biasa Pak Gubernur, dan disambut oleh Tim TP2DD. Kita akan follow up sesuai arahan beliau dan memperluas di tahun depan,” kata Iwan.
Tim TP2DD akan bertanggung jawab atas koordinasi teknis, termasuk pelatihan bagi pedagang dan distribusi perangkat QRIS. Meski belum ada detail tantangan spesifik, pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa edukasi literasi digital menjadi kunci sukses, terutama bagi pedagang senior yang baru beralih dari transaksi konvensional.
Dampak Jangka Panjang bagi Ekonomi Jakarta
Implementasi wajib QRIS ini selaras dengan visi nasional Indonesia untuk mempercepat inklusi keuangan. Di Jakarta, yang memiliki ratusan pasar tradisional sebagai tulang punggung perekonomian rakyat, langkah ini berpotensi meningkatkan volume transaksi harian hingga puluhan persen, berdasarkan tren serupa di kota-kota lain. Selain itu, pengurangan kejahatan pasar akan menciptakan lingkungan usaha yang lebih kondusif, mendukung pertumbuhan UMKM pasca-pandemi.
Pemprov DKI menargetkan 100% pasar terdigitalisasi pada akhir 2026, dengan monitoring berkala untuk evaluasi efektivitas. Bagi warga Jakarta, ini berarti era baru belanja yang lebih aman dan modern di pasar tradisional favorit mereka.





