JAKARTA — Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, secara resmi melantik 10 anggota Komisi Percepatan Reformasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) pada Jumat sore, 7 November 2025, di Istana Merdeka, Jakarta. Komisi ini diketuai oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie, yang dipercaya memimpin upaya reformasi dalam tubuh Polri yang tengah mendapat sorotan publik.
Pelantikan tersebut dilaksanakan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 122/P Tahun 2025 tentang Pengangkatan Keanggotaan Komisi Percepatan Reformasi Polri. Dalam acara pelantikan, Presiden Prabowo memimpin pengucapan sumpah jabatan yang mengandung komitmen setia kepada Undang-Undang Dasar 1945 dan menjalankan amanah dengan penuh tanggung jawab sesuai peraturan perundang-undangan.
Salah satu sorotan utama Komisi ini adalah keterlibatan tiga mantan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) yang memiliki pengalaman panjang dalam bidang kepolisian dan telah memimpin institusi tersebut pada periode yang berbeda. Mereka adalah Jenderal (Purn) Tito Karnavian (Kapolri 2016-2019, kini Menteri Dalam Negeri), Jenderal (Purn) Idham Azis (Kapolri 2019-2021), dan Jenderal (Purn) Badrodin Haiti (Kapolri 2015-2016). Ketiga tokoh tersebut berperan strategis sebagai anggota yang memberikan masukan berharga berdasarkan pengalaman komando mereka dalam kepolisian.
Selain para mantan Kapolri tersebut, anggota komisi juga diisi oleh tokoh-tokoh penting lain, yakni:
- Jimly Asshiddiqie, Ketua Komisi (Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi)
- Yusril Ihza Mahendra (Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan)
- Otto Hasibuan (Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan)
- Mahfud MD (Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan periode 2019-2024)
- Ahmad Dofiri (Penasihat Khusus Presiden untuk Keamanan, Ketertiban Masyarakat, dan Reformasi Kepolisian)
- Jenderal Listyo Sigit Prabowo (Kapolri saat ini)
Pembentukan Komisi Percepatan Reformasi Polri merupakan respons pemerintah terhadap desakan publik untuk melakukan reformasi menyeluruh di tubuh kepolisian, terutama pasca-demo besar pada akhir Agustus 2025 yang memicu kontroversi, termasuk penyalahgunaan kewenangan aparat dan dampaknya berupa jatuhnya korban jiwa. Demonstrasi yang menelan korban tersebut menjadi salah satu pemicu utama pembentukan komisi sebagai bentuk evaluasi dan perbaikan.
Presiden Prabowo menegaskan bahwa Komisi ini dibentuk dengan tujuan mempercepat agenda reformasi Polri agar institusi kepolisian tidak hanya dipercaya masyarakat tetapi juga bekerja dengan efektif, transparan, dan beretika tinggi. Dengan latar belakang anggota yang terdiri dari pakar hukum, mantan pemimpin Polri, dan pejabat pemerintahan, diharapkan komisi mampu merumuskan kebijakan strategis serta mekanisme reformasi yang menyentuh seluruh lini organisasi Kepolisian Republik Indonesia.
Lebih jauh, komisi ini juga menjadi wujud komitmen pemerintah untuk merespons kritik dan aspirasi masyarakat demi terciptanya kepolisian yang profesional dan berintegritas. Ketua Jimly Asshiddiqie pada kesempatan itu menyatakan kesiapannya untuk menjalankan tugas dengan sungguh-sungguh demi maslahat bangsa dan negara.
Pelantikan Komisi Percepatan Reformasi Polri ini merupakan momentum penting dalam sejarah reformasi kelembagaan Polri dan menunjukkan sinyal kuat dari pemerintah dalam menjawab kebutuhan demokrasi dan hak asasi manusia di Indonesia yang terus berkembang.
Dengan demikian, kehadiran komisi ini diharapkan menjadi tonggak perubahan positif yang membangun Polri sebagai institusi modern yang menjunjung tinggi keadilan dan pelayanan kepada rakyat.




