JAKARTA – Mantan Presiden Korea Selatan, Yoon Suk-yeol bersama Menteri Pertahanan saat itu, Kim Yong-hyun, disebut bersekongkol sejak Oktober 2023 untuk menangguhkan parlemen dan menggantinya dengan badan legislatif darurat. Hal itu diungkapkan jaksa khusus dalam laporan yang dikutip Reuters, Senin (15/12/2025)
Dalam upaya membenarkan deklarasi darurat militer pada Desember 2024, keduanya “berusaha memancing Korea Utara untuk melakukan agresi bersenjata tetapi gagal karena Korea Utara tidak merespons secara militer,” kata Penasihat Khusus Cho Eun-suk dalam pengarahan.
Cho menambahkan, penyelidikan selama enam bulan menghasilkan dakwaan terhadap 24 orang, termasuk Yoon dan lima mantan menteri kabinet, atas tuduhan pemberontakan. “Kita tahu betul dari pengalaman sejarah bahwa pembenaran yang diberikan oleh mereka yang berkuasa untuk kudeta hanyalah kedok dan satu-satunya tujuannya adalah untuk memonopoli dan mempertahankan kekuasaan,” ujarnya.
Sebelumnya, jaksa menuding Yoon dan komandan militer senior memerintahkan penerbangan drone rahasia ke wilayah udara Korea Utara untuk memicu ketegangan. Namun ketika tidak ada krisis eksternal, Yoon diduga beralih ke dalam negeri dengan melabeli lawan politiknya, termasuk pemimpin Partai Kekuatan Rakyat, sebagai “kekuatan anti-negara.”
Menurut Cho, darurat militer tetap diumumkan meski tanpa dasar hukum mau pun alasan keamanan. Ia merupakan salah satu dari tiga jaksa penuntut khusus yang ditunjuk setelah Presiden Lee Jae-myung memenangkan pemilihan cepat, menyusul pemberhentian Yoon oleh Mahkamah Konstitusional pada April lalu.
Sejak Juli, Yoon ditahan dan diadili atas tuduhan pemberontakan. Jika terbukti bersalah, ia terancam hukuman penjara seumur hidup atau hukuman mati.