JAKARTA – Mantan Wakil Kepala Polri Komjen Pol (Purn) Oegroseno menilai tiga ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) di tingkat kota, provinsi, dan pusat dapat ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi). Ketiganya adalah Ketua KPU Kota Solo, Ketua KPU DKI Jakarta, dan Ketua KPU RI.
Menuru Oegroseno, selain pemilik ijazah, pihak yang menerima dan menggunakan dokumen tersebut untuk persyaratan pencalonan juga dapat dipidana.
Oegroseno membandingkan kasus ijazah palsu dengan uang palsu untuk menjelaskan dasar hukumnya. “Kita menyimpan uang palsu kalau ketahuan bisa diproses, apalagi menggunakan. Sekarang saya punya ijazah palsu dan saya sembunyikan atau saya bakar, apakah saya tidak bisa diproses? Saya tidak bisa diproses menyimpan ijazah palsu kalau tidak digunakan,” ujarnya.
“Karena ijazah palsu digunakan, berarti ayat 2-nya bermain di sini, menggunakan ijazah palsu di KPU. KPU juga bisa jadi tersangka. Nanti kalau sudah dibuktikan di ayat 2 bahwa pengguna kena, pengguna ditanya, ini dari mana? Oh dari pemiliknya. Pemilik kena di situ. Ditarik semua,” sambungnya.
Mantan Kabaharkam Polri ini menegaskan bahwa memusnahkan ijazah yang diduga palsu tidak serta-merta menghilangkan pertanggungjawaban pidana. “Contohlah, kalau ijazah itu milik Jokowi, sudah dibakar saja apakah itu menyelesaikan masalah? Belum, karena sudah digunakan di KPU. Ini beratnya di situ,” katanya.
Oegroseno mendesak ketiga ketua KPU tersebut segera diperiksa karena telah menerima dan memverifikasi dokumen yang kini dipertanyakan keabsahannya. “Diperiksa, KPU Solo, Jakarta, dan Pusat. Karena ada penggunaan. Harusnya KPU sebagai penyelenggara pemilihan kepala daerah, legislatif, dan presiden harus teliti sebenar-benarnya. Jangan dianggap, wah ini calon presiden cukup fotokopi. Tidak bisa. Mungkin dibutuhkan anggota intelijen di situ yang bisa mencari informasi seperti itu,” tegasnya.
Lebih lanjut, Oegroseno menyatakan bahwa jika ijazah terbukti palsu, penegak hukum dapat menerapkan Pasal 55 KUHP tentang perbuatan bersama-sama. “Pasal 55, bersama-sama dengan pemilik, yang menyerahkan, kemudian yang menggunakan untuk persyaratan, kan kena semua itu. Bukan yang mempersoalkan. Yang mempertanyakan harusnya tidak kena, itu sebagai masukan,” katanya.
Pernyataan Oegroseno ini kembali memanaskan isu keabsahan ijazah Jokowi yang sempat mencuat pada 2022–2023 dan kini bergulir lagi di tengah sorotan publik pasca pemilu 2024. Hingga berita ini diturunkan, pihak KPU RI belum memberikan tanggapan resmi terkait pernyataan tersebut.