JAKARTA – Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 8 persen pada tahun 2029.
Presiden Prabowo Subianto menekankan bahwa pencapaian target ambisius ini hanya dapat terwujud dengan kebijakan yang melindungi dan mengembangkan sektor industri dalam negeri.
Para ekonom sepakat bahwa kontribusi terbesar akan datang dari industri yang selama ini menjadi pilar perekonomian nasional, termasuk industri tembakau yang memiliki dampak signifikan terhadap penerimaan negara dan tenaga kerja.
Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah, mengungkapkan bahwa seluruh sektor ekonomi harus bersinergi untuk mendukung pertumbuhan ini.
“Semua sektor harus tumbuh bersama-sama dengan lebih baik, khususnya sektor industri yang bisa menciptakan nilai tambah yang lebih besar,” ujarnya.
Lebih lanjut, Piter menyoroti pentingnya peningkatan efisiensi dan investasi yang merata.
Menurutnya, pengembangan sumber daya manusia (SDM) menjadi salah satu faktor kunci dalam mendorong produktivitas.
“Selain itu, produktivitas juga harus diperbaiki, termasuk dalam hal pengembangan SDM. Jadi, pembahasan ini tidak hanya tentang sektor tertentu saja, tetapi banyak faktor yang harus diperhatikan.”
Sektor Strategis
Industri tembakau merupakan salah satu sektor padat karya yang memberikan kontribusi besar terhadap ekonomi Indonesia.
Selain menyumbang pendapatan negara melalui Cukai Hasil Tembakau (CHT), sektor ini juga menyerap sekitar 6 juta tenaga kerja, terutama dalam industri Sigaret Kretek Tangan (SKT).
Sejalan dengan visi pemerintahan Prabowo-Gibran dalam penguatan hilirisasi, industri tembakau memiliki rantai nilai yang luas, mulai dari petani tembakau, pengolahan, hingga distribusi dan penjualan.
Hal ini menciptakan efek berganda bagi perekonomian nasional maupun daerah.
Dari sisi penerimaan negara, Bea Cukai mencatat bahwa CHT menyumbang Rp216,9 triliun pada tahun 2024, tumbuh sekitar 1,6% dibanding tahun sebelumnya.
Pada tahun 2025, target penerimaan CHT ditetapkan sebesar Rp230,09 triliun, menjadikannya salah satu sumber pendapatan cukai terbesar.
Namun, kebijakan fiskal yang berimbang menjadi kunci utama agar industri ini tetap memiliki daya saing dan terus memberikan kontribusi positif.
Pemerintah diharapkan menerapkan kebijakan yang tidak terlalu menekan, sehingga industri tembakau tetap mampu mendukung penerimaan negara dan penyerapan tenaga kerja secara optimal.
Stabilitas Ekonomi
Meningkatkan pertumbuhan ekonomi di atas 5% bukanlah tantangan yang mudah, terutama di tengah kondisi daya beli masyarakat yang melemah, efisiensi anggaran, dan penurunan kinerja sektor industri.
Oleh karena itu, stimulus ekonomi menjadi langkah strategis yang harus ditempuh. Pemerintah dapat memberikan dukungan melalui program-program seperti:
Subsidi energi untuk menekan biaya produksi dan meningkatkan daya saing industri.
Bantuan bagi UMKM, agar sektor usaha kecil dapat bertumbuh dan berkontribusi pada perekonomian nasional.
Insentif pajak bagi industri padat karya, guna mendorong ekspansi usaha dan penciptaan lapangan kerja.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 mencapai 5,03%, sedikit melambat dibandingkan tahun sebelumnya.
Dengan target pertumbuhan 8% pada 2029, pemerintah harus memberikan perhatian khusus kepada sektor padat karya yang memiliki potensi besar dalam mendorong perekonomian.
Untuk mewujudkan target pertumbuhan ekonomi 8%, pemerintah perlu memberikan dukungan maksimal kepada sektor padat karya, seperti industri tembakau.
Kebijakan yang berimbang, perlindungan terhadap industri dalam negeri, serta insentif bagi investasi dan SDM akan menjadi faktor penentu dalam mencapai tujuan ini.
Dengan langkah yang tepat, sektor padat karya dapat menjadi motor utama dalam menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan memperkuat fondasi ekonomi nasional.***