Demam konser musisi internasional kembali melanda Indonesia. Tahun ini, deretan artis global seperti Blackpink, SEVENTEEN, Linkin Park, Green Day, dan RIIZE siap menggebrak panggung Tanah Air. Namun, di balik antusiasme penggemar, muncul keluhan serempak: harga tiket yang selangit, hampir menyamai Upah Minimum Regional (UMR) di beberapa daerah.
Meski netizen ramai mengkritik, fakta mengejutkan justru terjadi—tiket-tiket tersebut seringkali ludes terjual dalam hitungan jam. Apa yang sebenarnya terjadi di balik “jeritan dompet” para penggemar?
Harga Tiket yang Bikin Pusing: Hampir Setara UMR
Bayangkan harus mengeluarkan Rp 1,4 juta hingga Rp 3,95 juta hanya untuk satu malam konser. Itu bukan angka fiktif, melainkan realitas harga tiket konser artis mancanegara di Indonesia sepanjang 2025. Misalnya, konser RIIZE yang dijadwalkan di Jakarta dijual mulai Rp 1,4 juta hingga Rp 3,35 juta per tiket.
Sementara itu, Linkin Park dengan formasi baru mereka membanderol tiket dari Rp 1,55 juta hingga Rp 3,95 juta. Bahkan, tur Blackpink 2025 di Stadium Goyang (yang juga berdampak pada tur Asia) sempat kontroversial dengan harga setara Rp 1,6 juta hingga Rp 3,3 juta per tiket, naik dua kali lipat dari tur sebelumnya.
Untuk konteks, UMR Jakarta pada 2025 mencapai sekitar Rp 5,2 juta per bulan, sementara di daerah seperti Jawa Barat Rp 2,2 juta. Artinya, tiket VIP satu konser bisa menyedot 60-70% gaji bulanan pekerja entry-level. Penggemar K-pop seperti Alya, yang ditemui Kompas.com di pinggir GBK usai konser Blackpink Deadline (2/11/2025), mengaku kesal: “Jujur enggak masuk akal sih. Harga segitu, tapi gaji kita enggak balance.”
Keluhan serupa juga ramai di X (Twitter), di mana satu pengguna menulis, “Harga tiket konser mahal di Indonesia, padahal gaji belum tentu UMR. Salah siapa? Pemerintah dong, akar masalahnya dari situ.”
Bukan hanya K-pop, band Barat seperti Green Day atau The Script juga tak kalah mahal, dengan tiket mulai Rp 1,5 juta. Bahkan festival seperti yang sempat direncanakan Prestige Promotions (dibatalkan karena protes) sempat menawarkan harga Rp 950 ribu hingga Rp 45 juta—cukup untuk beli motor second.
Netizen Meledak: “Jangan Dinormalisasi!”
Media sosial menjadi medan perang opini. Di X, tagar seperti #HargaTiketKonserMahal dan #KonserIndonesia trending berulang kali. Seorang netizen berkomentar, “Pliss jangan dinormalisasikan harga konser mahal di Indonesia.
Keenakan promotornya, next mereka bisa naik-naikin harga muluu kalo laku terus.” Lainnya membandingkan dengan luar negeri: Salshadilla Juwita, anak pedangdut Iis Dahlia, bahkan unggah perbandingan tiket Dua Lipa di Jakarta (Rp 2-5 juta) versus Bangkok (Rp 1-2 juta), yang langsung viral.
Kritik juga menyasar promotor. “Aji mumpung aja ini, in this economy tiket konser bisa aja gak sold out?” tulis satu akun. Di Korea, K-netizen bahkan protes harga Blackpink lebih mahal dari Coldplay, meski durasi konser lebih pendek.
Di Indonesia, isu serupa: pajak hiburan 20-30%, biaya impor peralatan, dan riders artis (permintaan khusus seperti makanan mewah) membuat harga membengkak. Mantan Menparekraf Sandiaga Uno pernah bilang, “Biaya perizinan dan pengamanan itu mahal, apalagi buat artis internasional.”
Paradoks Sold Out: Antusiasme yang Tak Terkalahkan
Meski dikecam habis-habisan, tiket konser ini justru laris manis. Konser SEVENTEEN di Jakarta International Stadium (JIS) pada Februari 2025 sold out dalam hitungan menit, meski harga Rp 1,5-3,5 juta. Blackpink World Tour di Goyang juga habis terjual dua hari berturut-turut, menjadi girl group pertama yang sold out stadion di Korea. Di Indonesia, NCT Dream, Super Junior, dan bahkan fan meeting Lisa Blackpink ludes terjual, walau sempat ada kekhawatiran karena harga VIP mencapai Rp 4-5 juta.
Kenapa begini? Pengamat musik Wendi Putranto bilang, “Penggemar rela bayar premium untuk pengalaman langka. Festival lokal seperti PRJ 2025 tiketnya murah (Rp 30-40 ribu), tapi konser internasional beda—demand tinggi, supply terbatas.”
Di X, satu pengguna mengaku impulsif beli tiket Hybe Cine Fest meski mahal: “Gapapa, mending menyesal udah beli daripada kehabisan.” Faktor lain: cicilan 0% kartu kredit dan tabungan berjangka bikin akses lebih mudah, plus efek FOMO (fear of missing out) di era digital.





