JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan fakta terbaru soal kondisi ketenagakerjaan Indonesia.
Sekitar 0,77 persen pengangguran pada Agustus 2025 disebabkan oleh pemutusan hubungan kerja atau PHK, dengan sektor industri menjadi penyumbang terbesar.
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS, Moh Edy Mahmud, menyebutkan kelompok tersebut merupakan masyarakat yang kehilangan pekerjaan dalam kurun satu tahun terakhir, terutama dari sektor industri pengolahan, pertambangan, dan perdagangan.
“Jadi dari total pengangguran sebesar 0,77 persen adalah yang sebelumnya terkena PHK setahun yang lalu.”
“Pengangguran yang terkena PHK paling banyak berasal dari industri pengolahan, pertambangan dan perdagangan,” ujar Edy dalam pemaparannya di Jakarta, Rabu (5/11/2025).
Selain mereka yang kehilangan pekerjaan, BPS juga mencatat adanya 9,07 persen pengangguran yang sebenarnya sudah diterima kerja, namun belum mulai bekerja pada saat pendataan dilakukan.
Edy menegaskan bahwa kelompok tersebut tetap dikategorikan sebagai pengangguran karena belum tercatat aktif dalam kegiatan kerja resmi saat survei dilakukan.
“Jadi future starter tadi, yang sudah diterima tapi belum mulai bekerja, atau sudah punya kegiatan usaha tapi belum memulainya. Ini masuk di dalam kategori pengangguran,” katanya.
Lebih lanjut, jumlah pengangguran di Indonesia pada Agustus 2025 mencapai 7,46 juta orang, sebagian besar disumbang oleh angkatan kerja baru yang memasuki pasar kerja dalam setahun terakhir dengan kontribusi sebesar 14,58 persen.
Kelompok ini didominasi oleh lulusan baru atau fresh graduate, sementara angkatan kerja baru yang bukan lulusan baru turut berkontribusi 13,97 persen terhadap total pengangguran nasional.
BPS juga mencatat keberadaan pengangguran jangka panjang, yakni mereka yang mencari pekerjaan lebih dari satu tahun, dengan porsi mencapai 31,08 persen, menunjukkan adanya tantangan serius dalam penyerapan tenaga kerja di lapangan.
Selain itu, sebanyak 30,53 persen pengangguran berasal dari kelompok yang sebelumnya memiliki pengalaman kerja namun kini belum kembali terserap di dunia kerja.
BPS menilai, dinamika pasar tenaga kerja nasional hingga akhir 2025 masih dipengaruhi oleh kondisi ekonomi global, efisiensi industri, dan proses adaptasi dunia usaha terhadap kebijakan ketenagakerjaan yang terus berkembang.***





