JAKARTA – Hujan di Jakarta kini membawa ancaman tak kasat mata: mikroplastik. Penelitian terbaru dari Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (ECOTON) bersama Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia (SEIJ) menobatkan Jakarta sebagai kota dengan tingkat kontaminasi mikroplastik tertinggi di Indonesia.
Sementara itu, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mencatat lonjakan mikroplastik dalam air hujan hingga lima kali lipat dalam kurun 2015-2022, memicu alarm bahaya kesehatan dan lingkungan.
Penelitian ECOTON, yang dilakukan Mei hingga Juli 2025 di 18 kota dan kabupaten, menggunakan cawan petri kaca yang diletakkan pada ketinggian zona pernapasan manusia, 1-1,5 meter. Analisis dengan mikroskop dan spektroskopi inframerah Fourier Transform (FTIR) mengungkap komposisi mikroplastik: fragmen (53,26%), serat (46,14%), dan film (0,6%). Jakarta Pusat mencatat rekor tertinggi dengan 37 partikel per 9 cm² dalam dua jam, diikuti Jakarta Selatan dengan 30 partikel. Kota lain seperti Bandung, Semarang, dan Kupang juga terdeteksi tercemar, meski dengan angka lebih rendah.
Pengambilan sampel di Jakarta berfokus pada tiga lokasi: Pasar Tanah Abang, Jalan Sawah Besar, dan Ragunan. Pasar Tanah Abang, pusat tekstil terbesar di Asia Tenggara, menjadi penyumbang utama karena lalu lintas kendaraan, penggunaan plastik sekali pakai, dan serat sintetis dari pakaian. “Tingginya mikroplastik di udara Jakarta berdampak pada tingginya kadar mikroplastik dalam air hujan, karena air hujan menyerap material di atmosfer udara sehingga mikroplastik yang ada di udara tertangkap air hujan dan larut di dalamnya,” ujar Kepala Laboratorium ECOTON, Rafika Aprilianti.
Sumber Mikroplastik: Dari TPA hingga Angin Jarak Jauh
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengklasifikasikan mikroplastik sebagai aerosol, partikel padat atau cair yang tersuspensi di udara. Sumbernya mencakup aktivitas alami seperti percikan ombak laut dan debu vulkanik, serta antropogenik seperti asap kendaraan, pembakaran bahan bakar fosil, dan pembakaran sampah terbuka. “Kami ingin menjelaskan bagaimana mikroplastik dapat dikategorikan sebagai bagian dari aerosol dalam sistem atmosfer. Secara definisi, aerosol adalah partikel padat atau cair yang tersuspensi di udara,” kata Fungsional Madya Pengamat Meteorologi dan Geofisika BMKG, Dwi Atmoko, dalam media briefing di Balai Kota Jakarta.
Mikroplastik bergerak mengikuti pola angin, baik vertikal hingga ketinggian 15 km maupun horizontal, dan jatuh melalui deposisi kering (gravitasi saat angin lemah) atau basah (terbawa hujan).
“Deposisi kering (dry deposition) yaitu partikel jatuh ke permukaan bumi karena pengaruh gravitasi, terutama saat angin lemah atau udara tenang. Partikel-partikel ini akan menempel di permukaan daun, bangunan, air, atau tanah,” jelas Dwi.
“Deposisi basah (wet deposition), partikel di atmosfer menjadi inti kondensasi pembentukan awan, lalu ikut turun ke bumi melalui air hujan. Dengan demikian, air hujan dapat membawa partikel aerosol, termasuk mikroplastik, turun ke permukaan,” tambahnya.
Fenomena “transportasi polutan” memungkinkan mikroplastik di Jakarta berasal dari wilayah lain, atau sebaliknya. “Perlu dipahami bahwa mikroplastik di suatu daerah tidak selalu berasal dari daerah itu sendiri. Fenomena ini disebut transportasi polutan (pollutant transport) di mana partikel-partikel polutan terbawa angin dari satu wilayah ke wilayah lain,” ungkap Dwi.
Iklim tropis Indonesia, dengan radiasi matahari tinggi dan penguapan intens, mempercepat penyebaran mikroplastik, terutama saat musim kemarau dengan pembakaran sampah.
Lonjakan Mikroplastik: TPA Open Dumping Jadi Biang Keladi
Riset BRIN di Muara Angke, Jakarta Utara, menggunakan alat rain gauge selama 12 bulan, mendeteksi peningkatan drastis mikroplastik dalam air hujan. “Kami melakukan kajian mikroplastik di Muara Angke di titik yang sama itu meningkat lima kali lipat dari tahun 2015 ke 2022. Rata-rata, terdapat 3 hingga 40 partikel mikroplastik per meter persegi per hari yang terbawa oleh air hujan,” ungkap Profesor Riset BRIN, Muhammad Reza Cordova.
Pengelolaan sampah di TPA dengan sistem open dumping menjadi pemicu utama. Paparan sinar matahari memecah plastik menjadi partikel halus yang terbawa angin. “Semakin terbuka sistemnya, semakin tinggi mikroplastik yang dihasilkan. Dari hasil riset kami, air lindi di TPA bisa meningkatkan kandungan mikro dan mesoplastik tiga sampai sembilan kali lipat di badan air,” ujar Reza. Rumah tangga juga menyumbang melalui serat sintetis dan plastik sekali pakai, yang menyerap logam berat, polutan kimia, hingga virus.
“Mikroplastik bisa menjadi media pembawa polutan lain atau bahkan virus yang kemudian terhirup oleh manusia,” tambahnya.
Dampak kesehatan sangat serius. Partikel mikroplastik di bawah 50 mikron dapat masuk aliran darah, menyebabkan iritasi, peradangan, hingga gangguan jantung. “Jika ukurannya di bawah 50 mikron, mikroplastik berpotensi masuk ke darah dan menuju organ vital, seperti jantung,” peringat Reza.
“Air hujan yang awalnya bersih ternyata bisa menjadi media pembawa mikroplastik. Dalam waktu sangat singkat, partikel-partikel plastik di udara bisa larut dan ikut terbawa air hujan,” lanjutnya.
Ancaman Stroke dan Serangan Jantung Membayangi
Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta memperingatkan risiko kesehatan akibat mikroplastik, yang ukurannya lebih kecil dari bakteri.
“Ketika ada orang dengan diabetes juga merokok, ditambah juga terpapar mikroplastik maka risiko terjadinya serangan jantung dan serangan stroke bisa meningkat,” ujar Ketua Subkelompok Penyehatan Lingkungan Dinkes DKI, Rahmat Aji Pramono, di Balai Kota Jakarta, Jumat (24/10/2025).
Mikroplastik memicu peradangan saluran pernapasan, seperti ISPA, hingga luka di pembuluh darah yang berpotensi fatal.
“Apalagi kalau perlukaannya di jantung, di otak, efeknya bisa serangan jantung maupun stroke. Tapi hal ini menjadi faktor risiko, bukan serta-merta mikroplastik ini menjadi agen tunggal,” jelasnya.
Temuan ini mendesak tindakan cepat perbaikan pengelolaan sampah, regulasi emisi aerosol, dan edukasi publik.
Dengan iklim tropis yang memperparah penyebaran mikroplastik, Jakarta harus memimpin langkah melawan pencemaran udara dan hujan beracun demi kesehatan warga dan kelestarian lingkungan.