JAKARTA – Kejaksaan Agung menghormati putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang meningkatkan hukuman Harvey Moeis, terdakwa kasus korupsi tata niaga timah, dari semula 6,5 tahun menjadi 20 tahun penjara. Hukuman ini merupakan yang maksimal menurut Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, mengungkapkan bahwa pihaknya belum menerima salinan resmi putusan tersebut, karena baru dibacakan pada Kamis (13/2). Meski demikian, Kejagung menghormati keputusan pengadilan tingkat banding tersebut. “Kami menghormati putusan yang diambil oleh hakim atas banding jaksa penuntut umum,” ujar Harli.
Harli juga menambahkan bahwa keputusan tersebut mencakup hukuman penjara selama 20 tahun, ditambah dengan uang pengganti dan subsider lainnya. Menurutnya, putusan banding ini mencerminkan proses mekanisme persidangan, di mana pengadilan tingkat lebih tinggi dapat menyetujui atau membatalkan keputusan pengadilan sebelumnya, dengan mempertimbangkan keadilan hukum dan rasa keadilan masyarakat.
Sebelumnya, pada 23 Desember 2024, Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman 6,5 tahun penjara kepada Harvey, dengan denda Rp1 miliar yang disertai dengan subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, Harvey juga diwajibkan membayar uang pengganti senilai Rp210 miliar dalam waktu satu bulan. Keputusan ini mendapat kritik tajam karena dianggap tidak sebanding dengan kerugian negara yang mencapai Rp300 triliun. Oleh karena itu, jaksa penuntut umum mengajukan banding.
Selanjutnya, Harli menyebutkan bahwa langkah Kejagung akan bergantung pada keputusan Harvey. Jika Harvey menerima putusan banding, maka hukuman akan menjadi final dan berkekuatan hukum tetap. Namun, jika Harvey mengajukan kasasi, maka putusan tersebut masih bisa diuji di Mahkamah Agung.





