JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) kembali menegaskan bahwa rokok menjadi salah satu faktor risiko utama penyakit tidak menular di Indonesia.
Penyakit jantung, hipertensi, hingga stroke disebut sebagai ancaman serius akibat kebiasaan merokok yang masih tinggi di kalangan masyarakat.
“Untuk merokok ini merupakan sebetulnya faktor risiko. Jadi merokok merupakan faktor risiko semua penyakit tidak menular,” kata Ketua Tim Strategi Komunikasi, Informasi, dan Edukasi Kesehatan Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kemenkes, Dhefi Ratnawati, saat peluncuran iklan layanan masyarakat oleh Komnas Pengendalian Tembakau di Jakarta, Kamis (25/9/2025).
Dhefi menjelaskan, penyakit kardiovaskular, hipertensi, dan stroke menjadi contoh nyata gangguan kesehatan yang kerap muncul akibat rokok.
Ia menekankan pentingnya menurunkan prevalensi perokok di Indonesia dengan langkah pencegahan sejak dini.
Upaya Pemerintah Tekan Angka Perokok
Kemenkes menegaskan bahwa penyakit tidak menular mendapat prioritas khusus dalam agenda kesehatan nasional.
Salah satu langkahnya adalah dengan mendorong kampanye publik untuk pencegahan penyakit kardiovaskular serta pengendalian konsumsi produk tembakau.
Dalam kesempatan yang sama, Kemenkes menyambut baik peluncuran iklan layanan masyarakat oleh Komnas Pengendalian Tembakau yang menyoroti bahaya rokok.
Kampanye ini diharapkan mampu memberikan dampak positif, khususnya dalam mengurangi jumlah perokok muda dan anak.
Data Terbaru Jumlah Perokok di Indonesia
Fakta terkini menunjukkan bahwa prevalensi perokok di Indonesia masih tinggi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024, tercatat 28,99 persen penduduk berusia di atas 15 tahun adalah perokok.
Angka tersebut menunjukkan hampir sepertiga masyarakat dewasa di Indonesia sudah terbiasa dengan konsumsi rokok.
Sementara itu, Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 mencatat jumlah perokok aktif di Tanah Air mencapai 70 juta orang. Ironisnya, 7,4 persen di antaranya berasal dari kelompok usia 10–18 tahun.
Kondisi ini menjadi tantangan besar bagi pemerintah dalam menekan angka perokok di usia produktif maupun anak-anak.***