SUMBAR – Kepala Puskesmas Alu, Jamaluddin, menjadi korban penganiayaan oleh oknum polisi. Diduga akibat salah tangkap, peristiwa ini menyebabkan korban menderita pendarahan otak dan harus menjalani perawatan intensif. Kejadian ini memicu kecaman keras dari berbagai pihak, termasuk Wakil Gubernur Sulawesi Barat, yang menyerukan keadilan transparan.
Kronologi Penganiayaan Kepala Puskesmas
Peristiwa tragis ini terjadi pada Minggu (6/7/2025) di Dusun Paludai, Desa Katumbangan Lemo, Polewali Mandar, saat aparat kepolisian melakukan eksekusi lahan masyarakat. Jamaluddin, yang saat itu berada di lokasi, diduga menjadi korban salah tangkap. Akibat penganiayaan tersebut, ia mengalami luka serius hingga harus menjalani operasi di RSUD Andi Depu.
Menurut laporan, penganiayaan ini menyebabkan Jamaluddin menderita pendarahan otak, kondisi yang kini membuatnya bergantung pada perawatan intensif. Wakil Gubernur Sulawesi Barat, Salim S Mengga, menyampaikan keprihatinan mendalam atas insiden ini.
“Wakil Gubernur Sulbar, sangat menyayangkan tindakan kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian kepada Kepala Puskesmas Alu, dan berharap kejadian tersebut tidak lagi terulang,” ujarnya dalam keterangan resmi, Minggu (6/7/2025).
Dukungan untuk Korban dan Tuntutan Keadilan
Salim S Mengga tidak hanya menyampaikan simpati, tetapi juga memberikan bantuan kepada keluarga korban untuk meringankan beban selama masa perawatan. Ia menegaskan pentingnya perlindungan hukum bagi Jamaluddin dan keluarganya.
“Ia meminta, agar Kepala Puskesmas Alu yang menjadi korban kekerasan tersebut diberikan perlindungan hukum, serta diberikan kejelasan dan keadilan hukum secara transparan atas peristiwa kekerasan yang dialaminya,” tambahnya.
Kasus ini telah menarik perhatian publik dan memicu diskusi luas di media sosial. Banyak pihak mengecam tindakan kekerasan oleh oknum polisi dan meminta penegakan hukum yang tegas untuk mencegah kasus serupa di masa depan.
Respons Kepolisian dan Langkah Hukum
Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari Kepolisian Daerah Sulawesi Barat terkait insiden tersebut. Namun, kasus ini diperkirakan akan ditangani oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) untuk menyelidiki dugaan pelanggaran etik oleh oknum polisi yang terlibat.
Sebelumnya, Polewali Mandar juga pernah menjadi sorotan akibat kasus penganiayaan tahanan yang berujung pada pemberhentian tidak hormat tujuh polisi pada September 2024.
Sorotan Publik dan Harapan Reformasi
Insiden ini menambah daftar panjang kasus kontroversial yang melibatkan aparat kepolisian di Indonesia. Publik kini menanti langkah konkret dari kepolisian untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam penanganan kasus ini. Masyarakat juga berharap adanya reformasi dalam prosedur penegakan hukum guna mencegah terulangnya kasus salah tangkap dan kekerasan.
“Kejadian ini sangat memprihatinkan. Kami berharap ada keadilan untuk korban dan pelaku diproses sesuai hukum,” ungkap salah satu warga Polewali Mandar yang enggan disebutkan namanya.
Dampak Sosial dan Imbauan Pemerintah
Kasus ini tidak hanya berdampak pada korban dan keluarganya, tetapi juga mencoreng kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian. Pemerintah daerah Sulawesi Barat mengimbau semua pihak untuk tetap tenang dan mempercayakan penanganan kasus ini kepada pihak berwenang.