Jakarta – Hotel Sultan, sebuah hotel bersejarah di Jakarta, telah dikelola oleh swasta selama beberapa puluh tahun meskipun berdiri di atas tanah milik negara. Pemerintah Indonesia kini telah resmi mengambil alih Hotel Sultan yang terletak di kompleks Gelora Bung Karno (GBK).
Keputusan ini berdasarkan putusan Mahkamah Agung, yang menyatakan bahwa PT Indobuildco, pengelola Hotel Sultan, harus membayar royalti kepada Kementerian Sekretariat Negara yang diwakili oleh Pusat Pengelolaan Kompleks Gelora Bung Karno (PPKGBK).
Dilansir dari Detik, Hotel Sultan harus dikosongkan karena pemerintah memiliki rencana pengembangan kawasan GBK menjadi kawasan terintegrasi, modern, dan berstandar internasional, di mana lahan Hotel Sultan termasuk dalam perencanaan tersebut.
Hari ini, Rabu (4/10/2023), adalah batas akhir untuk pengosongan Hotel Sultan, yang ditandai dengan pemasangan spanduk besar di depan hotel sebagai penanda pergantian kepemilikan.
Kronologi Kisruh Hotel Sultan
Hotel Sultan dikelola oleh PT Indobuildco yang dipimpin oleh Direktur Utama, Pontjo Sutowo. Pontjo Sutowo adalah anak dari Ibnu Sutowo, Direktur Pertamina pada masa Orde Baru.
Pengelolaan Hotel Sultan telah menimbulkan kontroversi karena hotel swasta ini beroperasi di tanah milik negara. Kontroversi ini telah ada sejak pembangunan hotel pada tahun 1973.
Pada tahun 1971, Jakarta menjadi tuan rumah konferensi pariwisata se-Asia Pasifik yang akan dihadiri oleh 3.000 orang. Namun, hotel-hotel di Jakarta saat itu tidak cukup untuk menampung delegasi dari berbagai negara.
Maka, Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin saat itu mengajukan permohonan kepada Pertamina untuk mendirikan hotel di Jakarta. Karena Pertamina adalah perusahaan negara, permintaan tersebut dikabulkan. Pembangunan Hotel Sultan dilakukan oleh PT Indobuild Co pada tahun 1973.
Belakangan diketahui PT Indobuild Co sendiri adalah milik keluarga Ibnu Sutowo, tepatnya dikelola langsung oleh anaknya, Pontjo Sutowo. Dengan kata lain, hotel tersebut bukan menjadi milik negara, tetapi malah dikendalikan keluarga Sutowo.
Kontroversi semakin meruncing ketika pemerintah mengizinkan pihak swasta untuk membangun dan mengelola bangunan di tanah negara, dan PT Indobuild Co diberi Hak Guna Bangunan (HGB) selama 30 tahun.
keputusan ini membuat permasalahan semakin panas. Namun, ketika itu tidak ada yang berani menggugat hal ini. Maklum, Sutowo dikenal dekat dengan Presiden Soeharto. Seringkali, Sutowo dianggap sebagai “Untouchable man” karena selalu berhasil lolos dari jeratan hukum.
HGB yang habis pada 2003 menjadi gong tanda pertempuran. Tarik-ulur yang berlangsung selama puluhan tahun, akhirnya pengelolaan Hotel Sultan berhasil direbut kembali oleh pemerintah. Nasib selanjutnya dari hotel ini akan menjadi sorotan, dan kita akan melihat bagaimana perkembangannya.