JAKARTA – Komisi IX DPR RI memastikan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketenagakerjaan akan menjadi agenda utama pembahasan legislatif.
Wakil Ketua Komisi IX, Putih Sari, menegaskan bahwa regulasi ini diharapkan mampu menciptakan sistem ketenagakerjaan yang lebih adil, inklusif, dan berkelanjutan bagi seluruh pekerja di Indonesia.
RUU Ketenagakerjaan sendiri telah resmi masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025-2026.
Putih menyampaikan, pihaknya bergerak sesuai arahan pimpinan DPR agar pembahasan ini segera dituntaskan, meski tetap mengutamakan proses yang cermat dan mendengar masukan dari berbagai pihak.
“Kami sesuai tentunya dengan arahan dari pimpinan DPR untuk ini juga menjadi salah satu prioritas dari Komisi IX untuk bisa segera diselesaikan di bidang legislasi.”
“Kita upayakan untuk bisa secepatnya,” kata Putih usai memimpin Rapat Panja RUU Ketenagakerjaan pertama bersama lebih dari 20 serikat pekerja dan konfederasi buruh di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (23/9/2025).
Meski menargetkan percepatan, Putih menegaskan DPR tidak akan gegabah. Menurutnya, keterlibatan banyak pemangku kepentingan sangat penting, termasuk serikat pekerja, kalangan akademisi, hingga pelaku usaha.
“Saya kira dari kelompok masyarakat yang lain yang mungkin (bisa ikut dilibatkan), seperti nanti dari akademisi, akan kami libatkan. Lalu juga dari sisi pengusaha pasti juga harus kita dengarkan masukan-masukannya,” ujarnya.
Ia menambahkan, pembahasan juga akan terus membuka ruang dialog dengan serikat pekerja, karena masih banyak usulan yang memerlukan pendalaman lebih lanjut.
“Termasuk juga mungkin (kami) akan mengundang kembali perwakilan-perwakilan dari serikat pekerja karena banyak (isu dan usulan), perlu pendalaman-pendalaman lebih lanjut dari apa yang sudah diusulkan yang sifatnya general dan belum spesifik terkait dengan hal-hal yang memang perlu diperjuangkan di dalam RUU Ketenagakerjaan,” imbuhnya.
Dalam rapat perdana Panja RUU Ketenagakerjaan, serikat buruh menyoroti sejumlah isu krusial seperti upah layak, perlindungan bagi pekerja rentan, pencegahan pemutusan hubungan kerja (PHK), kepastian pesangon, serta wacana penghapusan sistem outsourcing.
Sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani menegaskan bahwa RUU ini disusun untuk menghadirkan regulasi komprehensif dan berkeadilan, yang mampu menyeimbangkan antara perlindungan pekerja dengan kepastian dunia usaha.
Ia juga menekankan bahwa setiap putusan Mahkamah Konstitusi akan diintegrasikan ke dalam RUU tersebut.
“RUU Ketenagakerjaan ini disusun dengan semangat untuk menghadirkan kepastian hukum dan perlindungan yang lebih adil bagi pekerja, sekaligus memberi ruang bagi dunia usaha agar tetap tumbuh,” kata Puan pada Senin (22/9).
DPR juga menegaskan pentingnya dialog sosial antara serikat pekerja, pengusaha, dan pemerintah sebagai kunci untuk melahirkan regulasi yang adaptif.
Regulasi baru ini diproyeksikan akan memperkuat perlindungan pekerja, termasuk soal pengupahan, sistem pemagangan, pembatasan alih daya, serta perluasan jaminan sosial untuk pekerja formal maupun informal.***




