KLATEN – Presiden Prabowo Subianto mengumumkan peluncuran program besar bertajuk Koperasi Desa Merah Putih (Kopdes Merah Putih) yang mencakup lebih dari 800 ribu koperasi di seluruh Indonesia.
Inisiatif ini dirancang bukan hanya untuk memperkuat struktur ekonomi pedesaan, tetapi juga sebagai tindakan nyata memotong mata rantai ketergantungan petani terhadap tengkulak dan rentenir yang selama ini menjerat mereka secara ekonomi.
Program nasional ini diresmikan langsung oleh Presiden Prabowo di Desa Bentangan, Klaten, Jawa Tengah, Senin (21/7).
Dalam sambutannya, Prabowo mengungkapkan bahwa tantangan yang dihadapi petani di Indonesia sejatinya telah ia cermati sejak awal keterlibatannya dalam dunia pertanian, yakni sejak menjabat sebagai Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) pada tahun 2004.
“Saya sejak tahun 2004 jadi Ketum HKTI, berjuang bersama KTNA [Kontak Tani Nelayan Andalan], saya pun pembina KTNA. Masalahnya klasik.”
“Sering kita dengar laporan: ‘Pak, saya baru panen mangga terbaik di Indonesia, tapi 4–5 hari tidak ada truk, tidak ada yang bisa ngangkut. Akhirnya, mangga terbaik itu busuk,’” ujar Presiden Prabowo.
Salah satu hambatan utama yang sering kali dihadapi petani adalah minimnya infrastruktur pascapanen, termasuk armada angkut dan tempat penyimpanan yang memadai. Hal ini membuat hasil pertanian rentan rusak dan tak bernilai ekonomi tinggi.
Lebih lanjut, Presiden Prabowo juga menyoroti lemahnya tata kelola distribusi pupuk subsidi.
Menurutnya, meskipun negara telah mengalokasikan dana besar melalui APBN, distribusi pupuk masih terhambat oleh birokrasi berbelit yang membuat petani kesulitan mendapatkannya.
“Kendalanya macam-macam. Pupuk yang disubsidi oleh negara, oleh APBN, langka, tidak sampai ke petani. Peraturannya ada 145, ada belasan tanda tangan yang diperlukan dari pabrik ke petani,” tegasnya.
Selain itu, Presiden Prabowo menggarisbawahi bahwa banyak petani di desa terjebak dalam lingkaran utang karena kebutuhan mendesak, seperti biaya sekolah anak atau pengobatan keluarga.
Karena tidak adanya akses ke lembaga keuangan yang ramah petani, mereka kerap terpaksa meminjam uang ke rentenir dengan bunga tinggi.
“Tiap panen yang berhasil, harga untuk petani jatuh. Kenapa? Karena para petani kita uangnya sangat sedikit.”
“Nunggu panen, anaknya harus sekolah, ada keluarganya sakit, dia harus keluar biaya. Pinjam uang susah, di desa nggak ada yang mau pinjemin uang kecuali rentenir, yang bayarnya adalah per hari bunganya,” ungkap Presiden Prabowo.
Melalui koperasi-koperasi ini, pemerintah berharap bisa menyediakan sistem pembiayaan yang adil, memperkuat daya tawar petani, serta memperbaiki mekanisme distribusi dan pemasaran hasil panen.
Langkah ini dianggap sebagai solusi struktural terhadap problem pertanian yang telah berlangsung lintas generasi.
“Karena tahu petani susah uang, jauh sebelum panen sudah dibeli dengan harga yang jatuh. Ini turun temurun, menurut saya bukan puluhan tahun, tapi ratusan tahun.”
“Ini harus kita potong, dan kita potong dengan langkah besar. Bangsa kita besar, kita harus berpikir besar dan berani ambil tindakan besar,” tegasnya.
Program Koperasi Desa Merah Putih ini menjadi salah satu proyek unggulan pemerintah dalam membangun kedaulatan pangan dari akar rumput serta mewujudkan keadilan ekonomi bagi seluruh rakyat, khususnya petani dan nelayan di pelosok Indonesia.***




